TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pada ASEAN ICT Forum 2024 tentang Perlindungan Anak di Ranah Daring yang baru saja berakhir, anak-anak dan kaum muda telah meminta perwakilan ASEAN untuk membuat internet lebih aman untuk semua.
Mereka menegaskan kembali bahwa merupakan tanggung jawab semua orang untuk melindungi anak-anak di internet.
Muncul seruan agar pemangku kepentingan membuat undang-undang dan kebijakan yang lebih mudah dipahami oleh anak-anak; memperluas akses ke layanan terutama untuk anak-anak penyandang disabilitas dan anak-anak putus sekolah, dan mereka yang tinggal di daerah terpencil dan kurang terlayani; membangun literasi media digital- - untuk mengajarkan anak-anak, orang tua, dan pendidik tentang keamanan daring.
“Keamanan daring anak-anak memerlukan respons multi-pemangku kepentingan lintas batas. Kita harus berkolaborasi dengan pemerintah dan mitra industri untuk memastikan pengalaman daring yang lebih aman bagi anak-anak," ujar Hanneke Oudkerk, Direktur Regional Asia Childfund International dalam keterangannya, Jumat (27/9/2024).
Dengan demikian perlunya menerapkan keamanan berdasarkan desain, menanamkan perlindungan yang sesuai usia, pembatasan konten, dan interaksi yang lebih aman.
Termasuk memastikan tidak ada kontak langsung antara orang dewasa dan anak-anak sambil juga mengatasi eksploitasi antarteman sebaya.
"Tujuan kami adalah agar anak-anak memiliki pengalaman yang aman dan lancar baik secara daring maupun luring," kata Oudkerk.
“Anak-anak meminta sistem yang meningkatkan keamanan mereka tanpa tindakan invasif seperti verifikasi identitas. Mereka ingin merasa aman saat daring tetapi juga ingin mempertahankan kebebasan mereka untuk mengekspresikan diri tanpa merasa terus-menerus diawasi atau dibatasi,” imbuh Oudkerk.
Rekomendasi ini muncul setelah proses konsultasi yang ekstensif dengan lebih dari 5.600 anak-anak dan remaja yang dipimpin oleh ChildFund International dan UNICEF.
Hasil konsultasi mengungkapkan bahwa hanya 18 persen guru yang memberikan informasi tentang keamanan daring kepada anak-anak.
Hanya 2 persen orang tua peserta yang mengetahui tentang keamanan daring.
Serta lebih dari separuh anak-anak dan remaja mengetahui tentang undang-undang yang melindungi mereka dari kekerasan daring, namun hanya 39% yang percaya bahwa undang-undang ini sangat efektif.
Swipe Safe ChildFund juga berupaya terus mensosialisasikan upaya perlindungan anak daring dengan anak-anak, orang tua, pekerja garis depan, dan penegak hukum di seluruh spektrum pencegahan dan respons.
Diskusi di ASEAN ICT Forum juga berfokus pada pengalaman daring dari berbagai jenis kelamin.
Hal ini memengaruhi bagaimana korban pelecehan daring perlu mendapatkan dukungan.
“Mengambil pendekatan yang berpusat pada korban memperkuat sistem perlindungan dan mendorong respons yang lebih berbelas kasih, peka terhadap trauma, dan efektif terhadap perlindungan anak daring," tegas Jessica Leslie, Direktur Child Protection ChildFund International.
Baca juga: Serangan Ukraina Hancurkan Taman Kanak-Kanak, Gubernur Belgorod: Kelas Daring Akan Diadakan
“Intervensi dukungan bagi korban harus melibatkan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan ekosistem yang peka dan responsif bagi korban,” kata Reny Haning, Spesialis Perlindungan dan Advokasi Anak, ChildFund International di Indonesia.