Laporan Wartawati Banjarmasin Post, Yayu Fathilal
TRIBUNNEWS.COM, BANJARMASIN - Anda kolektor uang kuno? Pastikan perburuan yang pas di kota Banjarmasin. Mau tahu lokasinya?
Persisnya di Pasar Sentra Antasari di Jalan Pangeran Antasari, Banjarmasin.
Harga yang ditawarkan penjualnya bervariasi, tergantung kualitas serta usia barangnya.
Seorang penjualnya, Sarkuni, menuturkan, untuk uang kuno yang dijualnya berkisar antara puluhan ribu hingga jutaan rupiah.
Uang kuno ini ada yang berasal dari zaman Belanda, Jepang bahkan ada yang lebih kuno lagi yaitu uang koin bertuliskan aksara Arab dan Cina.
"Yang uang Arab dan Cina itu tak ada tahunnya, tapi itu usianya lebih tua daripada yang Belanda dan Jepang," jelasnya.
Kondisi uangnya rata-rata masih bagus, walau ada juga yang sudah lecek dan berkarat.
"Ini uang Belanda senilai 2,5 Gulden. Tahunnya 1930. Saya jual Rp 400 ribu per keping karena kondisinya masih bagus dan asli. Kalau yang ini uang rupiah beredarnya di zaman penjajahan Jepang. Nilainya Rp 5, saya jual Rp 50 ribu per lembar. Dan ini tak ada tahunnya. Kalau yang uang koin Arab saya jual Rp 3 juta. Karena itu sudah langka sekali dan kondisinya masih bagus, bahannya emas. Kalau koin Cina lebih murah, Rp 15 ribu per keping karena kondisinya sudah tak begitu bagus," tuturnya.
Untuk uang rupiah juga beragam jenisnya. Ada yang senilai Rp 1, Rp 5, dan sebagainya. Tahunnya ada yang berangka 1962, 1974, hingga yang lebih tua lagi seperti 1950.
Uang koin kuno dijajakan di Pasar Sentra Antasari, Banjarmasin
Tak hanya uang rupiah, Arab dan Cina atau uang picis yang dijual di sini.
Uang asing lainnya juga ada. Misalnya uang Singapura, Brazil, Jepang, Korea Utara, Korea Selatan, Thailand, dan sebagainya.
Semua mata uang itu rata-rata berusia tua, di atas 30 tahun dengan kisaran harga antara puluhan ribu hingga ratusan ribu rupiah.
Penjual uang kuno lainnya, Hanafi, menyebutkan, mata uang kuno yang dijualnya beragam.
Ada uang koin bertulisan Arab yang disebutnya uang Majapahit.
Dia mengaku tak tahu persis mengapa uang itu disebut demikian.
"Orang-orang dulu sering menyebutnya begitu dan konon ini uang Indonesia yang berlaku di zaman Kerajaan Majapahit dulu. Mungkin itu sebabnya jadi dinamai uang Majapahit. Ini nggak ada tahunnya, penuh tulisan Arab. Harganya murah saja sekitar puluhan ribu karena kondisinya sudah banyak yang berkarat bahkan ada yang tak jelas lagi tulisannya dan warnanya sudah berubah," paparnya.
Pedagang sedang jajakan jualannya di Pasar Sentra Antasari, Banjarmasin
Gelang Buyu dan Sawan
Hanafi, penjual lainnya, bahkan menjual lebih banyak lagi ragam jimat tradisional Banjar. Misalnya gelang buyu dan gelang sawan.
Kedua gelang ini berukuran kecil karena biasanya diperuntukkan anak kecil.
Gelang buyu kerap dipakai masyarakat Banjar di masa lalu untuk ritual pengobatan penyakit diisap buyu. Buyu adalah sejenis binatang air langka asli Kalimantan.
Konon, jika kena isapan buyu, korbannya akan sakit, persis seperti orang busung lapar.
Di masa lalu, karena keterbatasan pengobatan, orang lebih suka memakai cara tradisional, di antaranya dengan memakai gelang buyu ini yang diyakini memiliki kekuatan magis untuk menyembuhkan penyakit korban.
Rupanya seperti tasbih kecil. "Bahannya dari tulang hiu," katanya.
Sementara gelang sawan untuk pengobatan penyakit sawan. Penggunaannya sama seperti gelang buyu. Bedanya, dari segi rupanya.
Sama seperti tasbih kecil juga, namun di ujungnya diikatkan setangkup tempurung buah sawan berwarna hitam. Terpurung dibelah dan di dalamnya diikatkan koin kecil yang di satu sisinya bertuliskan lafaz Allah dalam aksara Arab dan di sisi satunya bergambar Kakbah dan kubah Masjid Nabawi.
"Kalau ini harganya Rp 25 ribu. Ukurannya kecil karena peminatnya anak-anak. Pembeli banyak juga yang tertarik tidak untuk ritual pengobatan tetapi juga buat koleksi atau oleh-oleh khas Banjarmasin," pungkasnya.