Laporan Reporter Serambi Indonesia, Nurul Hayati
TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Bangkai kapal berbobot mati 2.600 ton itu berdiri tegap di pemukiman penduduk Gampong Punge Blang Cut, Kecamatan Jaya Baru, Banda Aceh.
PLTD Apung 1, demikian nama yang tersemat pada lambung kapal sedianya adalah kapal generator pembangkit listrik milik PLN.
Namun apa dinyana, tatkala tsunami menyapu Aceh pada pengujung 2004 silam kapal ini terseret dahsyatnya gelombang yang menyapu pesisir Samudera Hindia, tak terkecuali Aceh.
Kapal yang mulanya merapat anggun di Ulee Lheu itu itu pun terhempas hingga 5 Km.
Keberadaannya di tengah pemukiman penduduk menjadi saksi dahsyatnya badai yang telah meluluh lantakkan Aceh.
Wisatawan sedang jalan-jalan di sekitar dek bangkai kapal PLTD Apung 1, kapal korban tsunami Aceh, yang kini jadi destinasi wisata sejarah (Serambi Indonesia/ Nurul Hayati)
Oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) pada 2007 lalu kapal milik PLN itu dijadikan situs wisata sejarah.
Kini saksi bisu kedahsyatan tsunami itu ramai dikunjungi pengunjung.
Tak kurang 2.000 wisatawan lokal dan luar negeri membanjiri tempat ini setiap harinya, jika akhir pekan tiba pengunjung melonjak hingga 7.000 lebih.
Hal ini sekaligus mendenyutkan sektor ekonomi warga.
Deretan toko souvenir, kelontong, hingga penjual eceran yang menawarkan rupa-rupa buah tangan bertaburan di area yang memeluk kawasan wisata sejarah itu.
Situs tsunami yang satu ini terletak sekitar 1 Km dari jantung kota Banda Aceh.
Alternatif Menuju Lokasi
Tempat ini buka dari jam 09.00 – 17.30 WIB setiap harinya dan tutup setiap jam shalat tiba. Untuk menuju ke tempat ini bisa melalui dua alternatif yaitu Jalan Harapan atau lewat Jalan Syuhada.
Keduanya bisa diakses lewat Jalan Sultan Iskandar Muda, searah dengan letak Museum Tsunami. Bagi wisatawan perorangan untuk menuju ke tempat ini bisa menggunakan jasa becak motor atau ojek.
Wisatawan sedang berfoto-foto di sekitar dek bangkai kapal PLTD Apung 1, kapal korban tsunami Aceh, yang kini jadi destinasi wisata sejarah (Serambi Indonesia/ Nurul Hayati)
Para pelaku usaha angkutan umum itu biasanya mematok harga mulai dari Rp 15.000 – Rp 25.000 sekali jalan.
Namun jangan ragu untuk melakukan penawaran. Pasalnya tak sedikit dari para jasa anggkutan yang nakal dengan mengenakan tarif diluar yang sudah ditetapkan pemerintah setempat.
Demi keamanan dan kenyamanan khusus bagi wisatawan yang datang bersama rombongan direkomendasikan mem-booking Damri.
Namun banyak juga dari armada milik pemerintah tersebut yang menjalin kerjasama dengan pemilik travel. Sehingga biaya perjalanan sudah termasuk dalam paket wisata yang ditawarkan.
Monumen relief tsunami PLTD menyambut pengunjung di muka pintu masuk.
Monumen yang berdiri di tengah pekarangan di atas bundaran dengan latar unik dinding bertekstur berwarna coklet ini menjadi lokasi ter-mainstream untuk berfoto ria.
:
Lorong Operator
Seterusnya silahkan mengayunkan langkah menapaki tangga menuju dek kapal. Untuk menuju ke badan kapal, pengunjung bisa menaiki tangga dari lorong ABK atau bisa juga lewat lorong operator.
Di ketinggian 4,3 meter, jejeran sang saka merah putih berkibar-kibar di sisi teralis besi pinggir kapal. Di sini adalah spot yang tepat untuk melepaskan pandangan dan meresapi semilir angin yang membelai lembut.
Jika ingin melihat landscape kota dan panorama pantai Ulee Lheu, maka menara yang terletak di sisi kanan kapal adalah jawabannya.
Di muka kapal, air mancur fountain bergemericik di bawah langit Banda Aceh yang dibekap hawa panas. Kapal ini memiliki luas 23 meter dengan panjang 63 meter dan lebar 19 meter.
PLTD Apung 1 terbagi atas ruang-ruang yaitu 1 buah dapur, 1 buah mess, 1 buah lobi, 4 kamar, 1 ruang kepala kabin, dan 1 ruang mesin yang kini sedang dialihfungsi menjadi ruang museum.
12 orang guide yang bertugas secara bergantian siap menemani pengunjung berkeliling kapal.
Namun ruang yang terakhir disebutkan masih tertutup untuk umumS erambi beruntung berkesempatan memasuki ruang mesin berlantai dua tersebut pada Sabtu, (16/5) petang.
Seorang petugas security ditunjuk untuk mengawal dengan setia menjelaskan semua perkakas yang bertengger di dalamnya.
Delapan unit monitor video dan puluhan foto yang terbingkai rapi berjejer di lantai dasar. Menaiki lantai 2, masih dengan puluhan foto berbingkai.
Di sini foto-foto bermacam ukuran itu bertengger manis di dalam kaca etalase yang mengapit sepanjang selasar lantai 2 yang tak seberapa luas.
Sorotan sinar lampu berpenerangan cukup yang dipancarkan dari puluhan bola lampu di sepanjang selasar memungkinkan untuk melihat detil foto yang terpajang.
Foto-foto yang tampil dalam format warna dan hitam putih itu bercerita tentang pembuatan kapal serta tatkala kapal itu terseret gelombang.
PLTD Apung 1 dibuat sejak 1996 dan usai terdampar pihak PLN ingin mengembalikan lagi ke fungsi dan lokasinya.
Namun oleh pemerintah setempat dialihfungsikan sebagai situs tsunami.
Pengembangan situs dilakukan pada 2008 di atas lahan seluas 25.000 m2 di bawah pengawasan ahli kebumian maupun seni dan budaya. PLTD Apung 1 tak sekedar kapal, ia mampu berbicara tentang banyak hal.