Berada tepat di bawah Pura Pengukur-ukuran, kawasan situs ini berada dikelilingi oleh hutan yang masih cukup rindang dan berada di tepi timur tebing Sungai Pakerisan.
Satu sungai yang terdapat beberapa situs arkeologi lainnya, seperti Tirta Empul, Gunung Kawi, Pura Mangening, hingga Candi Tegalinggah di Blahbatuh.
Di kawasan ini juga masih terdapat beberapa sumber mata air, yang biasanya digunakan oleh masyarakat desa untuk sembahyang dan membersihkan diri seperti melukat.
Pura Pengukur Ukuran, tak jauh lokasinya dari Goa Garba di Gianyar, Bali (Tribun Bali/ Cisilia Agustina Siahaan)
Beberapa sumber mata air yang sudah kering juga tampak di area dekat goa, tetapi kata Dewa, di waktu-waktu tertentu tiba-tiba mengeluarkan air.
Sempat beberapa kali mengalami pemugaran, khususnya di area gapura karena pernah hampir rubuh.
Hingga saat ini, pengelolaan Goa Garba sekaligus Pura Pengukur-ukuran masih dalam lingkup desa saja serta beberapa arkeolog.
Pendanaan untuk proses pemeliharaan dan perbaikan situs ini pun masih berasal dari upacara-upacara keagamaan masyarakat desa.
Meski tidak dikunjungi oleh banyak wisatawan ataupun pengunjung lokal lainnya, tetapi tempat ini tergolong rapi dan bersih.
Perawatannya rutin dilakukan pihak pemelihara Goa Garba.
Simbol Persembahan kepada Ibu Pertiwi
Goa Garba sendiri memiliki arti, yaitu lubang di dalam.
Goa kecil yang tampaknya seperti lorong terowongan ke bawah ini, dibuat sebagai simbol persembahan kepada ibu pertiwi.
"Karena bentuknya seperti sebuah lubang menuju ke perut bumi, tempat ini digunakan untuk mempersembahkan sesajen yang maknanya untuk bumi ibu pertiwi," ujar Dewa.
Khususnya pada masa-masa piodalan, para Pemangku akan turun ke bawah menghantarkan persembahan berupa sesajen.