Dadiah diproduksi di rumah-rumah penduduk, terutama mereka yang memelihara kerbau dan sapi perah.
Sejak dulu Padang Panjang dikenal sebagai daerah penghasil susu. ”Banyak yang bilang ini jejak masa kolonial yang tersisa,” kata Tya.
Sejarah
Restoran Gumarang didirikan oleh seorang veteran pejuang kemerdekaan bernama Muchtar Datuk Pisang tahun 1970.
Gumarang berarti kuda putih khas Minangkabau. Sejak awal berdiri, restoran ini sudah dipadati pelanggan.
Pertama-tama karena menunya seperti dalimo ketan dan kacang padi ketan.
Di sini juga ada teh taluah, minuman khas Minang yang katanya bisa membikin mata terus terang.
Amris (40), kasir sekaligus pramusaji Restoran Gumarang, menuturkan, restoran ini makin hari makin ramai terutama saat diramu menu baru tahun 1975, yakni ampiang dadiah.
Meski, kata Amris, ampiang dan dadiah sudah lama dikenal masyarakat Padang Panjang, tetapi disatukan dalam mangkuk oleh para peramu di Gumarang.
”Sekarang banyak yang jual ampiang dadiah di kaki lima,” kata Amris.
Dadiah diolah secara tradisional dengan menggunakan bumbung bambu sebagai wadah.
”Susu diletakkan di dalam bambu dan diembunkan selama dua malam. Kadang kami memakai susu kerbau, kadang sapi. Bambunya tidak boleh bekas, harus bambu baru,” kata Amris.
Dalam sehari, restoran ini bisa menghabiskan 60 mangkuk ampiang dadiah. Harganya relatif terjangkau, Rp 20.000 per porsi. ”Ini menu paling diburu di Gumarang,” tambah Amris.
Menu andalan lainnya adalah kampiun es.
Menu ini menyatukan pisang kolak, cendol, cenil, ketan, dan kacang hijau dalam satu mangkuk lalu disiram dengan santan manis.