Laporan Waratawan Tribun Kaltim/Anjas Pratama
TRIBUNNEWS.COM, BALIKPAPAN - Pada perayaan Hari Raya Trisuci Waisak yang jatuh pada bulan lalu, akan digelar dua fokus peringatan.
Yaitu peribadatan pada 2 Juni dan Persamuan Agung yang akan dihadiri 76 Bhikkhu se-Indonesia di Balikpapan pada 17 Juni mendatang.
Kedua acara tersebut akan diselenggarakan di Mahavihara Buddhamanggala, tempat ibadah Umat Buddha di Kota Balikpapan.
Selain sebagai tempat peribadatan dan perayaan hari-hari besar, Mahavihara Buddhamanggala juga banyak dikunjungi para wisatawan.
Hal itu disampaikan Sekretariat Mahavihara Buddhamanggala, Hendri.
“Rata-rata pasti ada pengunjung setiap harinya, mas. Bahkan juga kadang digunakan sebagai tempat foto Pre-Wedding,” ujarnya.
Sebelum memasuki Mahavihara Buddhamanggala, terlebih dahulu melewati Gerbang Asoka yang terdapat empat kepala singa (pilar Asoka) di bagian atasnya.
Setelah itu, akan menaikki untuk menuju bangunan utama, yakni Candi Buddhamanggala.
Candi Buddhamanggala sering pula disebut “standing Buddha”, merupakan puncak Mahavihara Buddhamanggala.
Bangunan ini berdiri setinggi 21 meter dengan patung Buddha di depan candi.
Warna keemasan terlihat jelas di dinding candi.
“Di sini sering digunakan untuk berdoa. Nama ibadahnya adalah Pradaksina, yakni mengitari candi tersebut sebanyak tiga kali, diiringi doa," ucap Uung, salah seorang umat Buddha, ketika ditemui di waktu yang sama.
Di sisi kanan dan kiri candi dijaga oleh kepala ular (raja naga) dan badannya mengelilingi badan candi sebagai penjaga dan pelestari.
Simbol naga melambangkan sebagai kekuatan yang melindungi dan menjaga tempat atau kebenaran.
Seusai menengok Candi Buddhamanggala, Tribun diajak menuju ke suatu ruangan di mana terdapat patung Buddha Parinibbana.
Ruangan tersebut terletak di sebelah kiri dari Candi Buddhamanggala.
Ruang lapang dengan sebauh patung Buddha Parinibbana berbalut warna emas terletak di depan ruangan tersebut.
Buddha Parinibbana ini memiliki panjang 12 meter, dan tinggi 3 meter.
Posisi dari Buddha ini bersikap berbaring.
“Sering juga disebut Sleeping Buddha , karena melambangkan posisi yang berbaring. Ini juga melambangkan posisi Sang Buddha ketika mangkat,” ungkap Uung.
“Waisak sendiri juga sekaligus sebagai peringatan kelahiran, penerangan sempurna, dan mangkatnya Sang Buddha,” ucap Hendri.
Di ruangan ini juga sekaligus digunakan sebagai tempat berdoa bagi para pemuka agama.
Selain tempat untuk berdoa, di Mahavihara Buddhamanggala juga disediakan ruang sebagai meditasi. Itu adalah Gedung Uposatha.
“Gedung ini digunakan untuk berkumpul para bikkhu setiap bulan terang dan bulan gelap, di mana para Bhikkhu melakukan samadhi (meditasi), di ruang tersebut.
Bangunan Upostaha didesain dengan satu pintu utama.
Desain bangunan upostaha menggabungkan antara seni masyarakat Borneo (Dayak) dengan seni Buddhis.