TRIBUNNEWS.COM - Seolah muncul pameo di masyarakat kalau wanita-wanita yang hobi traveling dan menjadi backpacker, itu identik dengan tomboy.
Tapi pameo itu tak sepenuhnya benar, setidaknya kalau melihat sosok penulis novel dan cerpen, Asma Nadia.
Tengok saja instagram pribadi Asma Nadia yang hampir setiap hari selalu muncul foto-foto terbarunya dalam kondisi traveling ke berbagai destinasi wisata dunia.
Ia traveling dalam kondisi selalu konsisten berhijab (berjilbab).
Melalui bukunya "Jilbab Traveler", Asma Nadia seolah ingin membuktikan bahwa traveling tidaklah ribet meski berstatus seorang hijaber.
Asma Nadia, seorang penulis dan hijab traveler, sedang berpose di destinasi wisata bersalju di Eropa
Lahir di Jakarta, 26 Maret 1972, Asma Nadia namanya mengorbit setelah beberapa novelnya diangkat sebagai cerita sinetron dan film.
Asma Nadia merupakan anak kedua dari pasangan Amin Usman yang berasal dari Aceh dan Maria Eri Susanti yang merupakan mualaf keturunan Tionghoa dari Medan.
Keluarga Penulis
Ia memiliki seorang kakak bernama Helvy Tiana Rosa, dan seorang adik bernama Aeron Tomino. Mereka bertiga menekuni minat mereka sebagai penulis.
Ia menikah dengan Isa Alamsyah yang juga seorang penulis. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai dua anak yang bernama Eva Maria Putri Salsabila dan Adam Putra.
Anak mereka juga berminat menekuni karier sebagai penulis.
Setelah lulus dari SMA 1 Budi Utomo, Jakarta, ia melanjutkan kuliah di Fakultas Teknologi Pertanian di Institut Pertanian Bogor.
Ia tidak menyelesaikan kuliah yang dijalaninya, karena ia harus beristirahat karena penyakit yang dideritanya. Ia mempunyai obsesi untuk terus menulis.
Ketika kesehatannya menurun, ia tetap bersemangat menulis. Di samping itu, dorongan dan semangat yang diberikan keluarga dan orang yang menyayanginya memotivasi untuk terus menulis.
Asma tetap aktif mengirimkan tulisannya ke majalah Islam. Sebuah cerpennya yang berjudul Imut dan Koran Gondrong pernah meraih juara pertama Lomba Menulis Cerita Pendek Islami (LMCPI) tingkat nasional yang diadakan majalah Aninda pada tahun 1994 dan 1995.
Menulis Lirik Lagu
Selain menulis cerita fiksi, ia juga aktif menulis lirik lagu. Sebagian lirik lagunya terdapat di album Bestari I (1996), Bestari II (1997), dan Bestari III (2003), Snada The Prestation, Air Mata Bosnia, Cinta Ilahi, dan Kaca Diri.
Ia pernah mengikuti Pertemuan Sastrawan Nusantara XI di Brunei Darusalam, bengkel kerja kepenulisan novel yang diadakan Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera).
Dari hasil kegiatan kepenulisan Mastera, ia menghasilkan novel yang berjudul Derai Sunyi. Sebagai anggota ICMI, Asma Nadia juga pernah diundang untuk mengisi acara bengkel kerja kepenulisan yang diadakan ICMI, orsat Kairo.
Kesibukannya selain sebagai penulis fiksi, ia memimpin Forum Lingkar Pena, sebuah forum kepenulisan bagi penulis muda yang anggotanya hampir ada di seluruh provinsi di Indonesia.
Asma juga sering menjadi pemandu acara pada acara yang bernuansa keislaman.
Seperti dilansir Wikipedia, kini, Asma juga aktif dengan pekerjaannya sebagai direktur Yayasan Prakasa Insan Mandiri (Prima).
Ia juga sibuk mengadakan berbagai paket kegiatan anak melalui prime kids dan memberi kursus bahasa Inggris.
Karena karya-karyanya, ia pernah mendapat berbagai penghargaan. Selain menulis, Asma sering diminta untuk memberi materi dalam berbagai lokakarya yang berkaitan dengan penulisan dan feminisme, baik di dalam dan di luar negeri.
Pada tahun 2009 dalam perjalanannya keliling Eropa setelah mendapatkan undangan writers in residence dari Le Chateau de Lavigny (Agustus - September 2009), ia sempat diundang untuk memberikan seminar dan wawancara kepenulisan di PTRI Jenewa, Masjid Al Falah Berlin (bekerja sama dengan FLP dan KBRI di sana), KBRI Roma, Manchester (dalam acara KIBAR Gathering), dan Newcastle.
Sejak awal tahun 2009, ia merintis penerbitan sendiri dengan nama Asma Nadia Publishing House.
Beberapa bukunya yang telah diadaptasi menjadi film adalah Emak Ingin Naik Haji, Rumah Tanpa Jendela dan Assalamualaikum Beijing.
Seluruh royalti dari buku Emak Ingin Naik Haji disumbangkannya untuk sosial dan kemanusiaan, khususnya membantu mewujudkan impian kaum Islam untuk menunaikan ibadah haji tapi kurang mampu.
Ia juga berprofesi sebagai penulis tetap di kolom resonansi Republika setiap Sabtu.
Ia pernah menjadi satu dari 35 penulis dari 31 negara yang diundang untuk menjadi penulis tamu dalam Iowa International Writing Program, di sana ia sempat berbagi tentang Indonesia dan proses kreatifnya dalam menulis dengan pelajar dan mahasiswa serta kaum tua di Amerika Serikat.
Selain memenuhi undangan membaca cerpen yang telah diterjemahkan ke bahasa Inggris, karyanya terpilih untuk ditampilkan dalam adaptasi ke pentas teater di Iowa, selain berkolaborasi dengan aktor tunarungu Amerika Serikat dalam pementasan di State Department, Washington D.C.
Ia menggemari seni fotografi, dan telah menjelajah 59 negara dan 270 kota di dunia.
Melalui Yayasan Asma Nadia, ia merintis Rumah Baca Asma Nadia yang tersebar di seluruh Indonesia, rumah baca sederhana yang beberapa di antaranya memiliki sekolah dan kelas komputer serta tempat tinggal bagi anak yatim secara gratis untuk membaca dan beraktivitas bagi anak-anak dan remaja yang kurang mampu.
Saat ini, ada 140 perpustakaan yang dikelola bersama relawan untuk kaum yang kurang beruntung dan tidak mampu. (Agung BS/ @abstribun@gmail.com)