TRIBUNNEWS.COM - Gila batu akik, demikianlah fenomena yang sekarang sedang melanda Tanah Air tercinta ini.
Di mana-mana, baik dusun dan di kota, di mal, atau di warung kaki lima, terlihat kerumunan lelaki sedang membicarakan ataupun melihat penjual batu akik.
Harganya pun bermacam-macam, dari dua puluh ribu hingga ratusan ribu, jutaan, bahkan hingga miliaran rupiah.
Batu khas Tanzania. (Kompasiana/Taufik Uieks)
Apakah ada referensi harga? Kadang-kadang susah dinalar karena rasa sukalah yang menjadi penggerak seseorang untuk membeli dan memilikinya.
"Karibu, selamat datang di Kilimanjaro," demikianlah Jummane, sang pengemudi sekaligus guide, yang akan bersama saya selama 4 hari mengembara di Tanzania bagian utara ini.
Sapaannya menyambut dengan ramah di terminal kedatangan Kilimanjaro International Airport setelah pesawat berbaling-baling ATR42 Precision Air mendarat mulus dalam penerbangan sekitar satu jam dari Bandara Julius Nyerere di Dar Es Salaam.
“Dalam kira-kira satu jam kita akan sampai di Arusha,” demikian Jummane bercerita di depan sebuah kendaraan 4 wheel drive besar dan gagah berwarna putih yang biasa digunakan bersafari di taman-taman nasional Tanzania yang sudah siap menunggu di tempat parkir.
Hari sudah hampir pukul 10 malam. Maklum, pesawat terlambat berangkat hampir 90 menit, dan jalan raya yang mulus membentang dari bandara.
Sekitar satu kilometer dari bandara, terdapat sebuah tanda yang menunjukkan arah 14 kilometer ke kiri sebagai tempat penambangan “Tanzanite”.
Tetapi waktu itu, saya belum begitu mengambil perhatian, karena masih lebih tertarik dengan cerita Jummane yang mengajarkan saya kata-kata dasar dalam bahasa Swahili seperti "jambo" yang berarti "halo", "karibu" yang berarti "selamat datang" dan juga "habari gani" yang berarti "apa kabar" serta tentu saja "asante" yang berarti "terima kasih".
Ketika kendaraan sampai di pertigaan jalan raya, Jummane kembali bercerita bahwa ini adalah jalan raya yang menghubungkan Dar Es Salam dan Arusha.
Kalau ke kiri kita akan sampai ke Arusha sekitar 45 km lagi dan kalau ke kanan akan sampai ke Moshi sejauh 35 km saja.
Kendaraan pun belok kiri dan meluncur di jalan raya yang mulus di bagian utara negeri Tanzania di mana Gunung Kilimanjaro yang menjadi atap Benua Afrika menjulang dengan gagahnya.
Sekitar 15 menit berjalan, Jummane menunjukkan sebuah kompleks yang terang-benderang bermandikan cahaya di kejauhan dan terletak di sebelah kiri jalan.
“Di sinilah tempat penambangan batu mulia yang paling mahal di dunia!” jelasnya sambil kemudian bercerita bahwa batu mulia itu bernama Tanzanite karena hanya ada di Tanzania dan harganya bisa jauh lebih mahal dari berlian sekalipun. "Kalau ke Tanzania, Anda tidak akan bisa lepas dari Tanzanite ini," katanya dengan bangga.
Rasa penasaran akan Tanzanite, membuat saya masuk ke toko yang ada di Kilimanjaro Airport ketika menunggu penerbangan menuju pulau nan indah di sebelah timur benua Afrika, yaitu Zanzibar.
Di toko ini, saya sempat bertanya-tanya mengenai harga dan jenis-jenis tanzanite.
Diceritakan kalau batu ini dalam bentuk asli alias mentah berwarna coklat kemerahan kemudian setelah diproses akan berubah menjadi biru safir, ataupun ungu yang memukau.
Tanzanite hanya ada di Tanzania, dan pertama kali ditemukan pada 1967 di kawasan kaki Gunung Kilimanjaro yang bernama Bukit Mererani.
Kawasan inilah yang saya lalui ketika berkendara dari Kilimanjaro Airport menuju Kota Arusha.
Asyiknya lagi nama Tanzanite sendiri dipopulaerkan oleh perusahaan perhiasan terkemuka, yaitu Tiffany & Co.
Ternyata, demam dan kegilaan akan batu akik tidak hanya ada di Indonesia, melainkan menyebar bak virus ebola sampai ke Afrika Timur.
Lebih-lebih lagi, menurut cerita batu Tanzanite ini juga mempunyai kekuatan magis dan bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit.
(Kompasiana/Taufik Uieks)