TRIBUNNEWS.COM - Mengunjungi rumah masa kecil Fatmawati, istri Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia, Soekarno, merupakan agenda wajib bagi pelancong saat bertandang ke Kota Bengkulu.
Saat Kami mengunjungi rumah yang berada di Jalan Fatmawati itu, suasana terlihat lengang.
Rumah Ibu Fatmawati, Istri Proklamator Indonesia, Destinasi Wajib Pelancong saat Wisata ke Bengkulu. (kompas.com/firmansyah)
Tak ada pemandu wisata di rumah itu, hanya sebuah buku tamu yang tampak cukup lusuh tanpa pena.
Suasana sepi dan lengang semakin menghadirkan suasana mistis.
Seolah menarik diri ke masa 1920 saat pertama kali rumah itu dibangun dan ditempati oleh perempuan yang memiliki nama kecil Fatimah, putri dari pasangan Hassan Din dan Siti Chadijah. Ia lalu disunting oleh Soekarno.
Rumah berukuran 9 kali 10 meter itu cukup asri dengan bahan dasar terbuat dari papan mengilap, memiliki halaman bersih, dan berbentuk panggung dengan tiang terbuat dari beton.
Ada tangga utama untuk naik dan masuk ke rumah khas Bengkulu itu.
Beberapa warga meyakini, rumah tersebut sudah tak asli, begitu pun tempatnya saat Fatmawati masih kecil.
Namun, rumah tersebut menjadi semacam media bagi kita untuk berkomunikasi dengan sejarah masa lalu.
"Sayang tak ada pemandu sehingga banyak pertanyaan tentang rumah ini tak bisa terjawab," kata beberapa pengunjung.
Saat menaiki rumah itu, pengunjung akan disambut oleh beranda dan satu pintu utama, di dalam rumah dipenuhi foto Fatmawati bersama keluarga, Bung Karno dan anak-anak, termasuk Megawati, mantan Presiden kelima itu.
Terlihat dari foto-foto di dinding rumah berbahan kayu, tidak saja Bung Karno yang jago berorasi, Ibu Fat, sapaan Ibu Fatmawati, juga jago berorasi di hadapan ribuan rakyat.
Di sebelah kiri ruangan yang lebih tepat disebut ruang tamu itu terdapat satu kursi goyang terbuat dari rotan.
Kursi itu sudah berlubang di bagian tempat duduk dan sandarannya. Di sebelah kanan ruangan terdapat pula beberapa kursi tamu disertai meja. Ada pula dua foto besar Bung Karno dan Ibu Fat saat pengunjung berjalan masuk ke rumah itu.
Ruangan sebelah kiri merupakan peraduan Ibu Fat dilengkapi dengan tempat tidur dari besi, bantal dan guling.
Terdapat pula meja rias sederhana dan kursi kecil berbahan besi. Di seberang ruang peraduan tersebut terdapat pula ruangan berukuran sama dengan peraduan.
Di dalamnya terdapat satu mesin jahit berwarna merah tua bercampur karat. Konon dengan mesin jahit itulah Ibu Fat membuat Sang Saka Merah Putih yang dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Deritan lantai yang terbuat dari papan selalu menyertai pengunjung saat melangkah di setiap ruangan itu, sehingga menambah kesan mistis namun menenangkan. Fatmawati sendiri lahir 5 Februari 1923 dan wafat pada 14 Mei 1980.
Tak jauh dari rumah ini terdapat rumah Bung Karno semasa ia diasingkan di Bengkulu.
Dari kota inilah cinta Bung Karno tertambat pada Fatmawati. Sempat terlintas di imajinasi, apakah potongan kisah cinta Bung Karno dan Ibu Fat juga tertinggal di indahnya Pantai Panjang atau di jalan-jalan kota yang sekarang sudah tak asri lagi.