Ia menambahkan, kegiatan yang ia paparkan sudah jarang ditemui lagi di kalangan masyarakat asli Lampung.
Ilmu dan informasi lainnya yang terungkap lainnya adalah saat kunjungan ke area pelaminan dan diorama kamar pengantin adat Sai Batin.
Sebuah etalase yang menunjukkan kamar pengantin lengkap dengan ranjang, lemari kaca hias, kursi, ornamen jam dinding dan sejumlah kain tapis yang menghiasi seisi ruangan.
Koleksi tapis dan siger lampung. (Tribun Lampung/Heru Prasetyo)
Dengan antusiasme yang cukup tinggi, pria paruh baya itu pun melontarkan pernjelasan yang cukup mengagetkan peserta kunjungan.
"Coba kita perhatikan kamar pengantin (adat Sai Batin) itu. Mengapa di sana hanya ada satu kursi, bantal yang berbaris-baris? Padahal ini kan kamar pengantin," ujarnya melontar tanya, seraya dijawab dengan gelengan kepala sebagian besar peserta.
"Hahaahaha, jadi pada belum tahu ya. Nah untuk yang ini, ini masuk ke perbincangan dewasa. Sudah dewasa semua kan? Mengapa kursinya cuma satu, jawabannya karena itu bukan untuk pengantin. Kursi itu ditujukan bagi bibi, nenek atau saudara wanita lainnya yang kala itu bertugas sebagai sex educator," urainya yang menerangkan bahwa malam pertama pengantin akan didampingi oleh keluarga yang dimaksud.
"Ini kami ketahui setelah berbincang dan menemui pelaku sejarahnya langsung di Lampung Barat saat itu, sekaligus menjadi bukti bahwa Lampung juga ternyata memiliki kisah serupa Kamasutra di India, atau Centhini di Jawa. Dan ini sayangnya hanya terbatas lisan dan tidak terungkap dan tak terdokumentasikan dalam bentuk tulisan," ungkapnya.
Gamelan koleksi Museum Lampung. (Tribun Lampung/Heru Prasetyo)
Di luar rahasia tadi, Museum Lampung juga memiliki koleksi yang cukup fenomenal.
Museum yang terletak di Jalan Zainal Abidin Pagar Alam, Gedongmeneng, Rajabasa, Bandar Lampung ini menyimpan sebuah koleksi benda yang sangat langka, yaitu Bejana Perunggu.
Di Indonesia, benda ini hanya ditemukan di tiga lokasi, yakni di Madura, Jambi, dan Lampung.
Dari tiga Bejana Perunggu itu, dua di antaranya diletakkan di Museum Nasional Jakarta.
Sementara satunya disimpan di Museum Lampung.
Menurut Kasi Pelayanan UPTD Museum Lampung Ruwa Jurai, Budi Supriyanto, benda yang berasal dari masa prasejarah ini, ditemukan Mujiono, di Desa Sri Monosari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur, pada tahun 1987 secara tidak sengaja ketika sedang menggarap tanahnya.
"Setelah diteliti, bejana tersebut diperkirakan dibuat pada 3000 SM, atau berasal pada masa prasejarah peninggalan kebudayaan masyarakat Perundagian. kebudayaan perunggu dimulai pada masa perundagian yang dikenal dengan kemahiran masyarakatnya dalam teknik peleburan pencampuran dan penuangan logam,"ujar Budi.