Laporan Wartawan Serambi Indonesia, Nurul Hayati
TRIBUNNEWS.COM, ACEH - Sebagai gerbang masuknya Islam ke nusantara dan Asia Tenggara, Aceh mempunyai sederetan ulama masyhur.
Salah satunya adalah Syeich Abdurrauf Bin Ali Alfansuri atau yang lebih dikenal dengan nama Syiah Kuala.
Ia adalah ulama besar yang memiliki pengaruh hingga semenanjung Asia Tenggara dalam menyebarkan Islam abad 17 Masehi.
Tak heran kalau kemahsyhuran sang ulama gaungnya tidak hanya terdengar di Bumi Serambi saja.
Riwayat
Syiah Kuala lahir tahun 1001 hijriah atau 1591 masehi.
Keluarganya adalah pengembara Islam dari Persia yang menetap di Singkil, Aceh sejak abad ke-13.
Semasa muda Syiah Kuala mengenyam pendidikan agama hingga ke tanah Arab.
Menurut riwayat, ia kemudian membuka dayah (pesantren) di Meunasah Dayah Kuala (sekarang bernama Desa Deah Raya) Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh.
Ia menurunkan ilmu ke murid-muridnya yang berasal dari berbagai daerah.
Semasa hidupnya, Syiah Kuala juga produktif menulis.
Kitab-kitab karangannya tersebar hingga berbagai negara dan menjadi rujukan bagi orang-orang belajar Islam.
Kompleks makam Syiah Kuala. (Serambi Indonesia/Nurul Hayati)
Ulama kharismatik ini lantas dipercaya sebagai Kadhi Malikul Adil Kerajaan Aceh Darussalam selama 59 tahun.
Jabatan setara hakim agung itu diembannya selama masa kepemimpinan empat ratu: Sultanah Safiatuddin Syah (1641-1645 M), Sultanah Naqiatuddin Syah (1675-1678 M), Sultanah Zakiatuddin Syah (1678-1688 M) dan Sultanah Ratu Kamalat Syah (1688-1699 M).
Jasanya yang begitu besar dikenal lewat peribahasa “Adat bak Po Teumeureuhom, hukom bak Syiah Kuala.”
Syiah Kuala tutup usia pada 23 Syawal 1106 H (1696 M) dalam usia 105 tahun.
Sesuai wasiat ia dikebumikan di kompleks dayah tempat ia mengabdikan ilmunya.
Beberapa murid dan orang-orang terdekatnya juga dimakamkan di komplek tersebut.
Makam Syiah Kuala mudah dikenali karena nisannya lebih tinggi dan besar di antara makam-makam di sekitarnya.
Wisata religi
Sementara yang menjadi daya tarik wisatawan berkunjung kemari adalah ketakjuban dan kuasa Sang Pencipta pada makam ulama besar ini yang tidak rusak saat bencana gempa dan tsunami Aceh, 26 Desember 2004.
Peziarah tak hanya berasal dari Aceh dan daereh lain di Indonesia, tapi juga dari negara tetangga seperti Malaysia, Brunei Darussalam, bahkan dari tanah Arab.
Kompleks makam Syiah Ulama, Jalan Syiah Kuala Desa Deah Raya Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh. (Serambi Indonesia/Nurul Hayati)
Makam Syiah Kuala termasuk dalam situs cagar budaya.
Tempat ini merupakan salah satu destinasi wisata religi yang ada di Kota Banda Aceh.
Peziarah bisa datang kapan saja, tanpa dipungut biaya apapun. Namun jika ingin bersedekah, sebuah kotak amal tersedia di kompleks makam.
Untuk diingat karena ini merupakan makam ulama maka peziarah wajib menggunakan busana muslim.
Letaknya berjarak sekitar 3 Km dari pusat Kota Banda Aceh.
Dari Simpang Jambo Tape anda berbelok ke Jalan Syiah Kuala, lurus saja hingga mentok ke pantai Syiah Kuala.
Kompleks makam hanya dipisahkan oleh sebidang jalan dari bibir pantai.
Untuk menghargai dan mengenang ulama berpengaruh pada masa Kerajaan Aceh Darussalam pada abad ke-17 tersebut, oleh pemerintah nama Syiah Kuala diabadikan sebagai nama jalan, pantai, dan kecamatan di kota itu.
Syiah Kuala juga ditabalkan sebagai nama sebuah Perguruan Tinggi Negeri nomor satu di Aceh.
Sang ulama masyhur dari Aceh itu telah lama berpulang, namun namanya akan selalu hidup.