TRIBUNNEWS.COM - Nama resto Milas di Prawirotaman, Yogyakarta, merupakan akronim dari mimpi lama sekali. Mimpi untuk bisa menikmati menu vegetarian. Makanan yang disajikan bebas protein hewani alias seperti steak tempe, pancake bayam, sampai burger tempe.
Seorang vegetarian pada paruh kedua 1990-an kesulitan mencari masakan khusus bagi para vegetarian. Beberapa anak muda kemudian mendirikan restoran vegetarian dan memberinya nama Milas, mimpi lama sekali.
Mimpi itu terwujud pada 1997. "Ebi, temanku dulu pekerja sosial dan vegetarian, kesulitan mencari makanan vegetarian. Makanya, tempat makan ini namanya Milas," kata Coki Tanjung, salah satu pengelola Milas.
Di sana tersaji pula rosti, kentang sisir disanding dengan salad, keju, dan telur.
Aktivitas transaksi di Milas, kawasan Prawirotaman Yogyakarta (Kompas/ Ferganata Indra Riatmoko)
Pelanggan bisa juga mencicipi Milas omelette. Pada menu makanan ringan antara lain terdapat sate tempe, sate jamur kuping, dan kentang goreng. Juga ada bruschetta, yakni roti dengan keju, tomat, dan daun basil di atasnya.
Ini termasuk makanan ringan yang digemari pengunjung asing.
Menu utama yang menjadi favorit antara lain steak tempe. Tak lain berupa tempe bakar yang disajikan dengan saus lada hitam, jamur, bawang bombai, kentang goreng, dan wortel.
Tempe yang empuk dan lembut itu mengirim sensasi gurih ke lidah. Ditambah sensasi lembut jamur dan pedas lada yang pas, wajar jika pelanggan ketagihan.
Steak ini sangat pas ditemani segelas jus antistres, yakni wortel, jahe, jeruk nipis, dan madu. Minuman itu disajikan dingin dengan rasa asam segar. "Disebut jus antistres karena memang berkhasiat mengurangi stres," kata Coki.
Di Milas kita bersantap di gubuk-gubuk beralas tanah dengan cahaya temaram. Kala malam, suara kodok dan serangga malam terdengar sayup-sayup.
Suasana desa bisa kita nikmati di restoran ini. "Kami ke sini seminggu dua kali. Mencari makanan sehat setelah makan yang lain-lain," kata Cacha, pelancong asal Australia yang malam itu datang bersama tiga rekannya.
Milas memang juga menyediakan menu masakan Barat, selain masakan Indonesia. Ada juga masakan campuran Barat-Indonesia seperti steak tempe tadi.
Awal buka hanya beberapa menu. Sekarang terdapat sedikitnya 44 jenis makanan berat dan ringan serta 14 minuman. Semua masakan itu disajikan dengan bahan segar dan bebas monosodium glutamate (MSG).
Sedapat mungkin pengelola restoran menggunakan bahan-bahan lokal hasil pertanian organik. "Kami belum sepenuhnya organik. Bisa disebut, kami menuju menjadi restoran vegetarian organik," kata Coki.
Resto Milas di kawasan Prawirotaman Yogyakarta (Kompas/ Ferganata Indra Riatmoko)
Prioritas penggunaan bahan-bahan pertanian lokal itu juga dimaksudkan sebagai upaya pemberdayaan masyarakat sekitar.
Untuk itu, setiap hari Rabu dan Sabtu pagi, dari pukul 10.00 hingga pukul 13.00, Milas menyediakan halaman restoran sebagai tempat bagi petani organik untuk berjualan. Mereka memberi tajuk Pasar Organik Milas.
Mereka menjual buah-buahan, sayuran, rempah, susu, keju, roti, sampai makanan tradisional. Khusus pada Sabtu, Milas menyediakan kopi panas, teh kombucha, serta makanan tradisional yang dapat disantap sembari berbelanja.
Semua itu memungkinkan karena lahan Milas termasuk luas. Restoran ini berdiri di atas lahan seluas 1.000 meter persegi. Hanya sekitar setengahnya yang berdiri bangunan, sementara sisanya berupa lahan atau ruang bermain dan sanggar. Juga terdapat sekolah di dalamnya.
Nirlaba
Milas berdiri mengemban tiga visi, yakni pendidikan, kesehatan, dan lingkungan. Lingkungan diwakili oleh produk-produk organik dari para petani yang tentu saja ramah lingkungan. Mereka mencoba memberi pilihan lain yang lebih sehat dan lebih baik di tengah kepungan makanan cepat saji.
Coki menambahkan, Milas memegang prinsip sebagai wadah nirlaba. Oleh karena itu, segala keuntungan restoran itu digunakan untuk kepentingan sosial, antara lain berupa pendirian kelompok bermain di lokasi yang sama, yakni gubuk-gubuk di restoran, pada pagi hari. Ini merupakan sekolah yang memprioritaskan golongan tak mampu.
"Kami memakai sistem subsidi silang. Anak dari keluarga mampu membayar lebih mahal untuk membantu anak dari keluarga tak mampu," ujar Coki.
Saat ini terdapat sekitar 30 siswa berusia 2,5 tahun sampai 4,5 tahun. Pelajaran yang mereka terima berorientasi pada kemampuan sosial dan pendidikan berbasis lingkungan.
Mereka diajak bercerita, bermain di halaman sekolah yang juga halaman restoran, yoga, menari, dan berkebun.
Selain itu, Milas juga membangun sanggar untuk anak-anak jalanan. Mereka mendapat pelatihan kerajinan serta peningkatan kemampuan sosial, disiplin, kepercayaan diri, dan belajar mengikuti rutinitas di Milas.
Mereka membuat kerajinan dari kayu. Ada juga yang menjahit, membuat buku, dan pigura. Aktivitas itu disisipi informasi tentang kesehatan, seperti bahaya HIV/AIDS. Juga ada informasi tentang kekerasan seksual dan diskriminasi sosial.
Hasil kerajinan mereka dijual di Milas. Mereka yang sudah lulus pelatihan dan tetap produktif di rumah pun tetap dapat menitipkan hasil karya mereka di Milas untuk dijual. Sebuah impian lain selain mimpi tentang makanan sehat. (Mohammad Hilmi Faiq)