News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Simping, Pulau Terkecil di Dunia Tapi Betapa Susah Menjangkau karena Jembatan Runtuh

Editor: Agung Budi Santoso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pulau Simping (dulu bernama Pulau Kelapa Dua) di Kecamatan Selatan Kota Singkawang, Kalimantan Barat (Kompasiana.com/ Aldy M Aripin)

TRIBUNNEWS.COM - Pulau super kecil itu (luas kurang 1/2 hektar) terletak di Pantai Teluk Mak Jantu, Kecamatan Singkawang Selatan, Kota Singkawang, Kalimantan Barat.

Secara geografis berada pada koordinat 0o 52′ 2″ Lintang Utara (LU) dan 108o 67′ 11″ Bujur Timur (BT). Penduduk setempat menamakannya Pulau Simping, sebelumnya pulau ini lebih dikenal dengan sebutan pulau Kelapa Dua.

Dari berbagai sumber dan penjelasan yang didapat dari para pedagang makanan setempat, dahulunya pulau tersebut berpenghuni, tetapi karena abrasi yang parah, secara berangsur pulau itu kemudian ditinggalkan.

Penyebutan sebagai pulau terkecil didunia itu sendiri terpampang pada papan petunjuk yang terdapat pada sisi kiri jembatan menuju pulau.


Papan petunjuk Pulau Simping sebagai pulau terkecil di dunia (Kompasiana.com/ Aldy M Aripin)

Disebutkan bahwa statusnya sebagai pulau terkecil diakui oleh Perserikatan Bangsa-bangsa.

Tetapi pada papan petunjuk tidak disebutkan sejenis nomor surat/nomor piagam atau nomor registrasi yang dikeluarkan oleh PBB.

Ketiadaan dokumen resmi yang menunjukan bahwa Pulau Simping sudah diakui PBB sebagai pulau terkecil didunia, menimbulkan tanda tanya banyak pihak(termasuk saya) tentang keabsahan pengakuan tersebut.

Saya dan keluarga, berkunjung ke Pulau tersebut, selain tertarik dengan predikat sebagai pulau terkecil didunia, juga dimaksudkan untuk menghilangkan sejenak kepenatan setelah bergumul dengan pekerjaan sepanjang hari.

Kebenaran status tersebut sama sekali tidak mempengaruhi keindahan pulau dan pemandangan laut yang jarang bisa disaksikan secara langsung.


Runtuhnya jembatan dan tumpukan sampah pada beberapa tempat merusak keindahan dan mengurangi greget karena tidak bisa mengunjungi pulau dengan berjalan kaki (Kompasiana.com/ Aldy M Aripin)

Kawasan wisata ini bisa ditempuh 2-3 jam perjalanan dari Pontianak atau menginap di Singkawang, karena dari dalam kota Singkawang menuju lokasi tidak lebih dari 15 menit. Informasi bisa didapat di hotel tempat menginap atau dari beberapa driver taxi atau travel yang sudah mulai tumbuh subur di Singkawang.

Pilihan jatuh pada pagi hari tujuannya untuk menghindari panas yang menyengat.

Kedatangan kami disambut jalanan berliku-liku, sempit dan kubangan. Rumah-rumah penduduk sangat dengan jalan.

Hampir sebagian besar jalan yang dilalui teduh, karena pada kiri kanan jalan, ditumbuhi pohon kelapa milik penduduk setempat.

Digerbang masuk, perorang dikenakan tarip sebesar Rp. 15.000,– dan mbak/ibu yang menjaga gerbang menjelaskan bahwa pulau simping tidak bisa lagi dikunjungi dengan berjalan kaki, karena sebagian jembatan sudah runtuh.

Ada sedikit rasa kecewa, tapi tetap diputuskan masuk lokasi pulau yang dikawasan Sinka Island Park.

Pemberian nama kebarat-baratan itu menebarkan aroma sedap. All about money.

Beberapa saat kemudian, hamparan luasnya laut terbentang di depan mata, ada kenikmatan tersendiri memandang birunya laut, agak kontras dengan kenyataan sehari-hari yang lebih sering memang hijaunya hutan.

Desiran semilir angin, melahirkan rasa sejuk dan menerbangkan mumet yang memenuhi kepala.

Tatapan mata langsung terpusat pada sebuah pulau kecil yang ditumbuhi pepohonan yang berusia cukup tua.

Di sisi barat pulau, terdapat persembahyangan (kelenteng kecil) yang dimanfaatkan oleh masyarakat Tionghua setempat untuk bersembahyang.

Dari tempat saya berdiri, kira-kira disebelah barat laut, terlihat hamparan batu-batu alam dan pasir yang memenuhi sekitar pantai.

Panorama yang menyejukan semakin membuat betah, apalagi pengunjung pada pagi hari masih sepi, sejuk dan sunyi membuat suana semakin nyaman.

Mengalihkan padangan ke sisi Selatan, terlihat hamparan hijau pepohonan berjajar kokoh batu-batu alam sepanjang pantai.

Saat seperti ini terasa sekali, betapa besarnya kuasa alam dan betapa pongah mahluk yang menamakan dirinya manusia.

Walaupun tidak bisa mendatangi pulau karena runtuhnya jembatan, ada kepuasan tersendiri saat melepaskan penat dengan menyaksikan keindahan pantai bahkan saya tidak lagi perduli dengan status pulau Simping sebagai pulau terkecil didunia.

Dan sudah dapat diduga, sampah, ya sampah selalu menjadi penyakit kawasan wisata kita.

Ini juga yang terjadi di Pulau Simping, sampah dibiarkan bertebaran atau ditumpuk pada suatu tempat (yang pasti bukan tempat sampah), kesadaran pada pedagang makanan kecil masih rendah.

Walaupun kawasan wisata ini seperti ditinggalkan, tapi masih memberikan masukan kepada para pedagang tempatan, apalagi saya juga mendapat informasi non formal dari ibu-ibu yang berjualan bahwa kawasan wisata ini akan dikelola oleh Pemda Singkawang.

Terlepas dari segala kekurangannya, jika kawasan ini dikelola dengan lebih profesional saya meyakini akan memberikan tambahan penghasilan untuk penduduk setempat selain pendapatan mereka sebagai nelayan.

Pemda tidak perlu terlalu memikirkan pendapatan tambahan untuk kas daerah. Penyelamatan pulau Simping dan pantainya dari abrasi parah bisa dijadikan prioritas.

Asset yang ditinggalkan oleh pihak pengelola sebelumnya bisa diambil alih dan menurut pendapat saya, aset tersebut masih sangat baik dan potensial.

Dan satu hal penting yang tidak boleh dilupakan oleh Pemerintah Daerah setempat, adalah klaim sebagai pulau terkecil didunia, bukan klaim sepihak, artinya Pemda atau pengelola harus mampu menunjukan dokumen bahwa benar pulau tersebut diakui sebagai pulau termini. Semoga. (Kompasiana.com/ Aldi M Aripin)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini