TRIBUNNEWS.COM, JOMBANG - Kali ini bukan lagi bahasan tentang Kiai nyentrik bernama Gus Dur, Ponari yang fenomenal, atau Riyan jagal yang sangat masyhur dengan nama belakang Jombangnya.
Telah maklum kiranya tentang Jombang, sebuah kabupaten di Jatim yang kerap mengudarakan namanya dengan hal-hal unik. 2015 ini menjadi giliran tampilnya sebuah canyon (ngarai) apik yang mulai dilirik wisatawan lokal.
Mengingatkan pada kemegahan Grand Canyon di Colorado, Amerika Serikat.
Nama Kedung Cinet pun turut menghiasi dunia maya dan media sosial kekinian. Lalu, seberapa menarik?
Berangkat dari Ringin Contong yang dikultuskan sebagai jantung kota Jombang, anda hanya perlu setidaknya 45-60 menit perjalanan untuk menikmati suguhan alam Kedung Cinet.
Pesona Kedung Cinet di JombangĀ (Kompasiana)
Keluar dari kota Jombang, anda akan melewati sepanjang Jalan Tembelang dan Ploso. Alamat lengkap yang hendak anda tuju adalah Dusun Klitih, Desa Plandaan Kecamatan Plandaan.
Sebelum sampai di alamat itu, pemandangan alam pedesaan kiranya dapat menyegarkan bola mata anda.
Kombinasi pesona sungai, persawahan, dan kawasan hutan merupa bonus yang dapat dinikmati selain keindahan Kedung Cinet sendiri.
Pertama, anda dapat membirukan mata dengan luasan Sungai Brantas. Luasan penglihatan seakan membawa nuansa damainya permukaan sungai yang digagahi oleh Jembatan Ploso ini.
Bonus kedua ialah warna-warni persawahan Desa Plandaan. Aroma sejuknya persawahan dimulai dari hamparan sawah padi.
Irama angin yang membelah dedaunan padi akan mengiringi anda selama perjalanan.
Indahnya Kedung Cinet di JombangĀ (Kompasiana)
Berganti dengan semangka dan belewah, kali ini aroma segar yang berserakan diudara, menyulap anda bak menyusuri pasar buah. Terakhir, sebelum memasuki Desa Klitih anda harus melewati kokohnya Hutan Jati di kanan-kiri aspal.
Setelahnya, barulah anda bersua dengan Desa Klitih, sebuah desa yang sangat sederhana.
Rerumahan penduduk mayoritas terbuat dari kayu dan bambu. Kebanyakan penyedia layanan seluler tidak kebagian sinyal di desa ini.
Sesekali, bau menyengat peternakan sapi rumahan tercium. Disana dapat anda lihat juga ladang cabai dan bawang merah di sekitar rerumahan warga.
Jalan akan mengantarkan anda pada jembatan gantung beralaskan kayu yang sengaja dijajarkan rapih untuk menahan berat kendaraan anda. Sesi terakhir, anda dimohon bersabar memilah jalan bebatuan sebelum sampai di Kedung Cinet.
Setelah terbantu oleh beberapa tanda jalan, anda akan tiba Kedung Cinet.
Sesampai di lokasi anda tak perlu membeli tiket masuk, hanya jaminan uang parkir sebesar tiga ribu Rupiah yang perlu anda siapkan. Dan akhirnya, anda telah resmi untuk menikmati ngarai ini.
Eloknya kelokan permukaan penampang sungai telah dilengkapi dengan hijau air dan tumbuhan di kanan kiri sungai.
Suara gemercak air terdengar seperti asyik mengalir dan bergesekan dengan rongga ngarai.
Air turun bening gemericik menimpa dari batu satu ke yang lainnya. Dengan menyusuri kedung ini, anda tidak akan kehabisan tempat narsis.
Jernihnya air lubuk ini dapat anda jumpai hanya ketika musim kemarau. Jikalau kedatangan anda bersama musim penghujan, maka anda hanya bertemu keruhnya tanah dan warna coklatnya yang seakan bersenyawa.
Persawahan hijau di sekitar jalan menuju Kedung Cinet di Jombang
Lubuk ini konon menjadi tempat peristirahatan prajurit dan dayang istana Kerajaan Majapahit.
Konon menjadi konon, tak jarang lubuk ini dijadikan ruang tunggu bagi prajurit Majapahit yang sedang menantikan kekasihnya.
Ngarai ini semakin eksis dalam beberapa tagar #explorejombang di media sosial.
Kuantitas pengunjungnya mulai tercermin sedari anda memasuki parkiran motor yang mulai membeludak.
Di akhir tulisan ini, saya hanya berharap agar jumlah sampah tidak berkorelasi positif dengan jumlah penikmat Kedung Cinet.
(Kompasiana.com/ M Rudi Kurniawan)