TRIBUNNEWS.COM, TAMBELAN - Datanglah ke Tambelan jika ingin melihat terumbu karang tanpa harus menyelam atau naik kapal.
Cukup berjalan kaki beberapa meter, terumbu karang akan terlihat dari permukaan laut yang jernih.
Kepulauan Tambelan. (Indonesia-tourism.com)
Apabila ingin menikmati tidur di pulau kecil dan terpencil, Tambelan tepat disambangi. Tambelan siap menawarkan pengalaman pelesir yang berbeda.
Gugusan Kepulauan Tambelan di barat laut Kalimantan siap menawarkan semua itu kepada mereka yang siap berlayar paling cepat 10 jam dengan kapal perintis.
Februari hingga awal Juni adalah waktu tepat untuk merasakan pengalaman berkelana di Tambelan yang terletak di tepi Laut Tiongkok Selatan itu.
Jika beruntung, selama berlayar, pelancong dapat menikmati lumba-lumba yang berenang di dekat kapal dan pulau-pulau kecil dengan pantai berhias pasir dan batu besar.
Apabila berlayar dari Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, pulau-pulau dengan luas kurang dari dua hektar akan terlihat hingga dua jam pertama pelayaran dengan kapal cepat.
Pulau-pulau kecil itu akan kembali terlihat pada dua jam terakhir pelayaran sebelum kapal berlabuh di pelabuhan Pulau Tambelan Besar.
Selama di kapal, sempatkan berbincang dengan penumpang yang tinggal di Tambelan. Paling tidak dari mereka akan diketahui di mana rumah penduduk dan perahu atau sepeda motor bisa disewa.
Di Tambelan belum ada penginapan. Namun, penduduk setempat siap menyediakan kamar bagi pelancong. Mereka juga siap menyewakan sepeda motor dan perahu untuk sarana transportasi.
Sepeda motor memang pilihan utama untuk menjelajahi Pulau Tambelan.
Jalan sempit, dan mobil hanya ada sembilan unit di sana. Kalau enggan menyewa sepeda motor, bisa meminjam sepeda ke penduduk setempat.
Soal tidur, ada dua pilihan untuk pelancong, yaitu membawa tenda untuk tidur atau menyewa kamar. Kalau hendak ke pulau kecil di sekitar Pulau Tambelan, mau tidak mau harus membawa tenda dan bekal sendiri.
Tidak ada penduduk di pulau-pulau kecil itu. Pelancong hanya harus waspada dengan ular, nyamuk, dan serangga berbisa yang mungkin hidup di hutan pulau kecil. Mereka yang benar-benar ingin menyepi tidak ada salahnya mencoba tidur di pulau-pulau kecil itu.
Di rumah warga
Apabila tinggal di pulau-pulau besar, bisa menyewa kamar atau mendirikan tenda di pantai.
Jika sewa kamar, tarifnya tergantung dari kesepakatan antara pemilik rumah dan penyewa. Sebagai gambaran, sewa satu rumah semipermanen dengan 1 kamar rata-rata Rp 250.000 per bulan.
Harga sewa kamar termasuk biaya makan. Di Tambelan, tidak banyak rumah makan atau warung makan.
Jadi, lebih baik makan bersama pemilik rumah yang siap menyajikan kakap merah yang dimasak asam pedas, sop bawal, atau aneka masakan berbahan ikan lainnya.
Kalau makan di beberapa warung di sana hanya tersedia mi instan atau ayam penyet.
Sungguh sayang sudah jauh-jauh ke tepi Laut Tiongkok Selatan dan masih saja makan ayam penyet. Apalagi, harga ikan jauh lebih murah dibandingkan ayam.
”Di warung jarang orang jualan masakan ikan karena pembelinya hampir tidak ada. Dari kecil, orang Tambelan sudah makan ikan dan selalu dimasak sendiri,” ujar Aini (41), warga.
Setelah urusan tidur dan makan beres, tiba saatnya pelesir. Laut Tambelan sudah menggoda sejak kapal akan merapat ke pelabuhan. Air jernih membuat dasar laut terlihat jelas dari geladak kapal.
Namun, tahan dulu keinginan mencebur lalu berenang di laut jernih serta tenang di laguna Tambelan.
Turun kapal dan letakkan dahulu barang-barang di lokasi tempat tinggal sementara. Selepas itu, segera meluncur ke Tanjung Ayam, salah satu penjuru Tambelan yang perairannya sedang disemarakkan terumbu karang yang kembali tumbuh.
Jangan khawatir kalau tidak bisa berenang. Saat pasang tertinggi, kedalaman air hanya 80 sentimeter dan rata-rata 50 sentimeter pada waktu biasa. Dengan berjalan kaki 300 meter, sudah terlihat terumbu yang kembali tumbuh, tempat aneka ikan berenang hilir mudik. Sesekali akan terlihat bintang laut berwarna biru di dasar laut.
Pelancong amat disarankan tidak menyentuh terumbu karang agar tidak mengganggu proses pertumbuhannya.
Terumbu karang di sekitar Tambelan baru kembali tumbuh setelah rusak akibat racun dan bom ikan. Belum banyak jenis dan bentuknya.
Saat mencebur ke laut, hati-hati juga pada bulu babi yang bertebaran di dasar laut. Agenda pelesir bisa berantakan apabila badan demam dan kaki sakit gara-gara tertusuk duri bulu babi.
Paling penting lagi, tanya ke penduduk soal perairan yang sebaiknya dihindari karena menjadi habitat buaya air asin, kecuali hendak memicu adrenalin.
Sebaiknya hindari perairan yang terlalu tenang dan dekat hutan bakau karena di sana buaya paling mudah berenang.
Apabila punya kapal dan bisa menyelam, memang bisa melihat lebih banyak variasi terumbu di Kepulauan Tambelan. Tujuan antara lain bisa diarahkan ke Pulau Pengikik yang dapat dicapai dengan menumpang perahu cepat selama empat jam.
Sarana transportasi utama ke sana memang hanya kapal. Pesawat belum bisa ke sana karena bandara masih dibangun. Kapal pun tidak ke semua pulau. Kapal-kapal perintis dan kapal cepat hanya singgah di Pulau Tambelan Besar.
Dari sana, perjalanan bisa dilanjutkan dengan kapal-kapal kayu berbobot hingga 20 gros ton ke pulau-pulau lain di kepulauan itu.
Ada empat kapal perintis siap mengantar ke Pulau Tambelan, pulau utama. Kapal-kapal itu menghubungkan Tambelan dengan Tanjung Pinang dan Natuna di Kepulauan Riau.
Sebagian lagi menghubungkan Tambelan dengan Sintete di Kalimantan Barat. Dari Tanjung Pinang butuh pelayaran selama 24 jam untuk mencapai Tambelan dengan kapal perintis. Sementara dari Sintete butuh pelayaran selama 10 jam dengan kapal perintis yang sama.
Kepulauan yang berstatus kecamatan itu terletak di 360 kilometer di arah timur Pulau Bintan. Meski termasuk wilayah Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Tambelan justru lebih mudah dicapai dari Pontianak dan Sintete, Kalimantan Barat.
Apa pun pilihan titik keberangkatan, segeralah ke Tambelan.. (Kris Razianto Mada)