Laporan Wartawan Bangka Pos, Alza Munzi
TRIBUNNEWS.COM, BANGKA - Tidak banyak masyarakat Bangka Belitung yang sudah mengenal hasil kerajinan berbahan dasar timah ini.
Sebutan kata Pewter, untuk teknik kerajinan timah, juga belum begitu populer.
Padahal, sebagai penghasil pasir timah terbesar kedua di dunia, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki kekayaan lain yang bernilai tinggi.
Tidak hanya itu, kerajinan pewter juga bisa menjadi objek wisata menarik di Provinsi Bangka Belitung.
Pewter. (Bangka Pos/Alza Hipni)
Satu dari sedikit perajin timah di Babel adalah Novi. Tangan Novi (33) sangat telaten menyusun satu demi satu lempengan timah di sebuah miniatur kapal layar.
Dia mesti sangat teliti, agar karya yang dihasilkan terlihat sempurna.
Hiasan kapal layar berbahan dasar timah harus dibuat seindah mungkin. Selain sebagai cenderamata khas Provinsi Kepulauan Babel, hiasan itu kerap menjadi pajangan di ruang tamu rumah orang-orang berduit.
Saat ditemui di lokasi workshop (bengkel) sekaligus tempat tinggalnya di Jalan Depati Hamzah gang Kalamaya 2 Kelurahan Bacang, Pangkalpinang, pria itu tengah menyelesaikan sebuah kapal layar berukuran 45 cm x 5 cm.
"Harga ukuran besar seperti ini dijual Rp 7,5 juta. Diselesaikan dalam waktu empat hari. Bisa saja lebih besar dari ini, tergantung pesanan," kata Novi.
Tahun ini, dia menerima pesanan masing-masing 20 buah kerajinan timah atau pewter, untuk ukuran kecil (25 x 3 cm), sedang (30 x 5 cm) dan besar (45 x 5 cm) dari Biro Umum dan Perlengkapan Setda Pemprov Kepulauan Babel.
Sebelumnya, dia sudah menyelesaikan 200 buah plakat pesanan DPRD Kepulauan Babel.
Tidak jarang pula, Novi bersama kakak iparnya, Suyono pemilik Dwi Darma Pewter menerima pesana dari kampus-kampus di Babel.
"Kapal kecil dijual Rp 2,5 juta, sedang Rp 5 juta dan besar Rp 7,5 juta. Plakat kisaran Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu, tergantung kotaknya. Kami juga bisa membuat miniatur kapal keruk, truk, bola, logo mobil, gantungan kunci dan banyak lagi," ujar Novi sambil menunjukkan beberapa hasil kerajinan Dwi Darma Pewter.
Dalam sebulan, dia membutuhkan sedikitnya tiga balok timah, yang masing-masing beratnya sekitar 11 kg. Satu balok timah cukup untuk membuat tiga kapal ukuran besar.
Balok timah dibeli khusus dari PT Timah Tbk, yang peruntukkannya memang untuk usaha kecil menengah seperti pewter.
Novi menyebutkan, harga timah tergantung harga pasaran dunia. Pernah dia membeli timah seharga Rp 300 ribu per kg.
Untuk menjaga kualitas dan memang tidak bisa dicampur bahan lain, miniatur kapal harus dibuat dari bahan timah. Novi mengaku merancang sendiri bentuk kapal kecuali plakat dan piala.
"Sejak tahun 1997 Pewter ini berdiri, punya Suyono kakak ipar saya. Sedangkan saya baru masuk tahun 2000, belajar otodidak," ungkap Novi.
Jalan menuju workshop Dwi Darma Pewter tidak begitu mendukung. Dari tepi jalan, masuk melewati jalan selebar satu meter sepanjang 30 meter.
Berada di tengah pemukiman penduduk, workshop pewter tidak tersedia lokasi parkir yang memadai.
Padahal, keberadaan pewter sangat menarik karena hanya sedikit saja yang ada di Bangka.
"Setahu saya cuma ada empat, di Museum Timah, TKF di Jalan Sudirman, Dwi Darma dan di kawasan bandara," kata Novi.
Menurutnya, kerajinan pewter dapat saja dijadikan sebagai tujuan wisata.
Pertimbangannya, tidak banyak orang yang mengetahui proses pembuatan kerajinan timah di Babel.
Novi berharap mendapat perhatian pemerintah. Setidaknya perajin seperti mereka disediakan lokasi workshop yang nyaman dan representatif.
"Kendalanya, lokasi workshop berada di pemukiman dan rumah pribadi. Debu menyebar kemana-mana. Harusnya ada bengkel khusus. Kerajinan ini belum populer di Bangka, anak-anak muda kurang tertarik melestarikan keahlian membuat kerajinan berbahan timah," ungkap Novi.