TRIBUNNEWS.COM - Jangan kehilangan kreativitas di jaman susah.
Seperti sekarang, saat harga apa saja melambung tinggi, kecuali mungkin harga diri. Harus kreatif menyiasati kendala, agar keinginan tercapai di jalan halal.
Sebagai contoh, saya sendiri. Sudah menerapkan jurus kreativitas itu demi memenuhi keinginan seluruh anggota keluarga untuk menikmati nasi uduk maha enak.
Kalau mau gampang, sebenarnya bisa beli di warung nasi uduk terenak se-Jakarta.
Tapi, kendalanya saya tak punya cukup uang. Ingat, ini jaman susah, jaman harga makanan membubung.
Cara yang lebih ribet adalah masak nasi uduk sendiri.
Ini ribet karena harus baca resep nasi uduk enak dulu.
Setelah paham, lalu belanja aneka bahan baku. Selanjutnya berjibaku mengolahnya sampai matang dan tersaji di meja makan.
Penjual nasi uduk di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta
Masak nasi uduk sendiri pasti juga lebih mahal. Hitung saja biaya beli bahan baku dan gas untuk masak.
Belum lagi energi yang dikeluarkan untuk mengolah dan memasaknya. Kalau semua dikonversi ke nilai energi, mungkin terjadi defisit.
Karena asupan energi dari sepiring nasi uduk komplit lebih rendah dari jumlah energi yang dikeluarkan untuk menyiapkannya.
Intinya, baik membeli nasi uduk di warung maupun memasak nasi uduk sendiri, dua-duanya tak mencerminkan kreativitas.
Maka otak saya diperas lagi dan, eurekaaaa …, ketemu cara terbaik. Merakit nasi uduk.
Ya, merakit! Persis layaknya merakit sepeda motor di pabrik. Semua komponennya sudah tersedia.
Tinggal memasangkannya satu sama lain. Maka, hoplaaa …, jadilah seunit sepeda motor.
Jadi, yang harus saya lakukan adalah berburu komponen nasi uduk terenak.
Nah, di sini letak seni merakit nasi uduk. Saya harus bisa menemukan warung makan yang menjual komponen-komponen terbaik untuk rakitan nasi uduk terenak.
Berdasarkan pengalaman blusukan dari warung ke warung, saya menemukan komponen-komponen terbaik di sejumlah warung makan yang terpisah-pisah.
Beginilah petualangan untuk mendapatkan komponen-komponen nasi uduk terbaik itu.
Komponen utama, nasi uduk dan ayam goreng, saya beli di warung makan “Ayam Berkah Rachmat”, Jl. Panglima Polim XIII, di daerah Blok M Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dekat RSB Asih.
Kelezatan ayam goreng dan nasi uduknya sudah santer se Jakarta Selatan.
Karena anggota keluarga empat orang, maka saya beli 4 bungkus nasi uduk dan 1 ekor ayam goreng.
Sekarang komponen pendukung. Perkedel saya beli di rumah makan Padang “Sepakat” di Blok M.
Setahu saya, perkedel di sini paling enak se Jakarta Selatan, selain rendang dan bawal bakarnya.
Tolong dicatat, jangan datang ke rumah makan ini di atas pukul 15.00 WIB. Dijamin sudah kehabisan.
Lalu untuk komponen kering tempe dan sambal kentang, saya beli di warung makan rumahan “Cantiq”, terletak di Jl. Tebet Barat Dalam No. 24, Tebet, Jakarta.
Kualitas kering tempe di warung ini pas untuk nasi uduk, garing dan gurih.
Terakhir, komponen telur dadar, nah, ini khusus dibikin sendiri di rumah.
Tinggal beli telur ayam dari warung depan rumah. Lalu bikin telur dadar, iris-iris tipis, maka jadilah komponen itu.
Oh ya, ada yang terlupakan, komponen timun belum ada. Ya, sudahlah, tak prinsip itu. Timun tak ada gizinya.
Nah, semua komponen nasi uduk sekarang sudah lengkap.
Saya, isteri, dan dua anak kami mengambil piring masing-masing, lalu merakit sendiri nasi uduk di piringnya.
Porsinya menyesuaikan daya tampung lambung dan dorongan selera, atau mungkin tingkat kerakusan.
Jokowi sarapan nasi uduk dalam sebuah kesempatan.
Begitu sendokan pertama masuk mulut, walaaah…. maknyuuussss…. rasanya.
Itulah nasi uduk terenak yang pernah kami makan sampai sekarang. Betul-betul tak ada duanya. Itu nasi uduk rakitan kami sendiri.
Saya jamin, tak seorang chef-pun di Jakarta yang mampu membuat nasi uduk senikmat itu.
Lalu, mungkin Anda bertanya, berapa biaya yang saya keluarkan untuk merakit nasi uduk ternikmat se-Jakarta itu?
Sebagai jawaban, saya balik bertanya kepada Anda, berapa harga yang harus Anda bayar untuk sebuah kenikmatan yang tak terpemanai nilainya?
Kalau tak setuju pendapat saya, silahkan Anda coba merakit nasi uduk sendiri. (Kompasiana.com/ Felix Tani)