Pergerakan nasional Indonesia berawal pada berdirinya Boedi Oetomo di Jakarta, 20 Mei 1908.
Kelahiran organisasi ini disambut oleh pelajar Bogor, Surabaya, Bandung, Yogyakarta serta cabang Boedi Oetomo pun segera muncul di kota-kota tersebut.
Di Belanda, para pelajar Indonesia juga berniat membuka cabang Boedi Oetomo yakni Vereeniging (Perhimpunan Hindia) yang netral pada 22 Desember 1908.
Museum Sumpah Pemuda tampak dari luar (Tribunnews.com/ Reynas Abdila)
Setelah Boedi Oetomo berkiprah, sejumlah perkumpulan pemuda lahir di berbagai daerah, seperti Tri Koro Dharmo (kemudian ganti nama menjadi Jong Java tahun 1915).
Dan juga Jong Sumatranen Bond (1917), Jong Celebes (1925), Jong Islamleten Bond (1925), dan Pemuda Kaum Betawi (1927).
Pada masa-masa itu jugalah terbentuk berbagai organisasi kepanduan, seperti Javaansche Padvinderij Organisatie (JPO, Organisasi kepanduan Jawa, 1916).
Serekat Islam Afdeling Pandu (SIAP, Bagian Pandu Sarekat Islam, 1923), Jong Java Padvinders (JJP, Kepanduan Pemuda Jawa, 1926), National Islamitische Padvinderij (Natipij).
Di sisi lain, berbeda dari kebanyakan organisasi masa itu yang berlandaskan semangat kedaerahan atau agama.
Dari kalangan pemuda, muncul pula organisasi yang menganut asas kebangsaan, organisasi seperti Perhimpunan Indonesia (1922), Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (1926), dan Pemuda Indonesia (1927).
Pelaksanaan Kongres Pemuda II
Kongres Pemuda II diadakan pada Oktober 1928, Soegondo Djojopuspito, ketua PPPI, terpilih sebagai ketua kongres.
Kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat.
Rapat pertama, 27 Oktober 1928 di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan Banteng.
Rapat Kedua, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, dan rapat ketiga, 28 Oktober 1928, di Indonesische Clubgebouw, Kramat Raya.