Laporan Wartawan Tribun Jogja, Hamim Thohari
TRIBUNNEWS.COM, BANTUL - Bagi para pecinta kuliner tradisional, Bantul bisa dikatakan sebagai surga.
Di kabupaten yang berada di sisi selatan Daerah Istimewa Yogyakarta ini terdapat banyak warung makan yang menyajikan makanan tradisional.
Satu di antara kuliner tradisional di Bantul yang patut untuk dicoba adalah tongseng dan gule ayam "Moro Seneng".
Tempe bacem. "Teman" yang menyempurnakan kenikmatan Anda saat menyantap tongseng ayam kampung. (Tribun Jogja/Hamim Thohari)
Di warung makan sederhana tersebut anda akan mendapati hidangan tongseng ayam bercita rasa gurih, sedikit manis, berpadu dengan rasa pedas dari irisan cabai rawit.
Rasa gurih sendiri dihasilkan dari penggunaan santan, tetapi santan tersebut tidak kental.
Dikatakan Suparni selaku pemilik warung Moro Seneng, selain penggunaan santan, rasa gurih tersebut dihasilkan dari penggunaan beragam rempah.
"Masakan ini kaya akan bumbu terutama rempah. Beberapa rempah yang digunakan adalah kunyit, kencur, kunci, jahe, sunti, dan cengkeh," ujar Suparni.
Ayam yang digunakan adalah ayam kampung jantan.
Warung makan ini berada di jalan Robert Wolter Monginsidi, atau sebelah utara komplek Kantor Bupati Bantul. (Tribun Jogja/Hamim Thohari)
Perempuan 50 tahun tersebut tidak menggunakan ayam betina karena terlalu banyak lemak, yang bisa mengakibatkan santan menjadi kental.
Meskipun menggunakan ayam kampung, tetapi dagingnya berasa empuk, karena dagingnya direbus selama kurang lebih satu jam.
Dalam proses perebusan tersebut beragam bumbu-bumbu diikut sertakan sehingga bumbu meresap ke dalam daging ayam.
"Setelah ada pengunjung yang pesan baru kami masak bersama santan dan bumbu-bumbu lainya, tergantung pesananya tonseng ataupun gule," terang Suparni.
Cara memasaknya pun masih menggunakan cara tradisional, yakni menggunakan tungku dan arang sebagai bahan bakarnya.
Satu porsi tongseng ayam berisikan daging ayam, potongan kobis, irisan cabai rawit (bagi yang suka pedas). Hidangan ini semakin lezat dinikmati bersama tempe koro bacem.
Cara memasaknya pun masih menggunakan cara tradisional, yakni menggunakan tungku dan arang sebagai bahan bakarnya. (Tribun Jogja/Hamim Thohari)
Lebih lanjut Suparni menceritakan, warung yang saat ini dikelolanya adalah usaha yang dia teruskan dari ibunya.
Suparni mengatakan sejak tahun 60-an ibunya yang bernama Mugirah telah berjualan tongseng dan gule ayam.
Sejak tahun 1987 setelah ibunya meninggal, Suparni meneruskan usaha ibunya tersebut.
Awal mulanya warung tongseng dan gule berada di komplek pasar Bantul, kemudian pada tahun 2000 warung makan tersebut pindah ke dusun Kurahan, Kelurahan Bantul, Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul.
Tepatnya warung makan ini berada di jalan Robert Wolter Monginsidi, atau sebelah utara komplek Kantor Bupati Bantul.
Setiap harinya warung Moro Seneng buka dari jam 8 pagi hingga 4 sore.
Selain tongseng dan gule, di warung tersebut juga meyediakan nasi goreng dan sate ayam.
Untuk masalah harga anda tidak usah khawatir, karena sangat terjangkau.
Satu porsi tongseng dan gule hanya dihargai Rp. 10 ribu, itupun sudah termasuk nasi. Jika tanpa nasi harganya Rp. 8 ribu.
Untuk nasi goreng dan sate harganya juga Rp. 10 ribu.
Jadi jika Anda datang ke Bantul tidak ada salahnya mencicipi tongseng dan gule di warung Moro Seneng.(*)