TRIBUNNEWS.COM, BRUSSEL - Kain tenun ikat Indonesia merupakan salah satu warisan budaya Indonesia.
Salah satu tenun ikat yang terkenal karena motif dan keunikannya adalah tenun ikat asal Nusa Tenggara Timur (NTT).
Warna kain cokelat tua dengan motif figuratif yang bersumber dari lingkungan flora dan fauna menunjukan identitas lokal setempat.
Warna tersebut masih ditambah dengan menggunakan pewarna alami seperti akar-akar pohon mengkudu, indigo, mangga, kunyit dan lain-lain.
Uniknya lagi, setiap suku di NTT memiliki keragaman yang mempengaruhi jenis, corak dan motif kainnya yang sangat impresif, dekoratif bermakna simbolik.
Peragaan busana dengan menampilkan tenun ikat tradisional Nusa Tenggara Timur di Brussel, Belgia, Minggu (30/8/2015). (MADE AGUS WARDANA)
Dalam upaya menjaga warisan budaya NTT ini, sebuah grup Peraga Busana Flobamora di bawah pimpinan Maria De Sea.
Ia adalah warga asli Maumere berpartisipasi dalam acara Bazar Indonesia di kota Brussel, Belgia, Minggu (30/8/2015).
Acara yang dikemas dalam Panggung Gembira HUT ke-70 RI ini diselenggarakan oleh KBRI Brussel Belgia.
Sebanyak 25 peraga busana yang terdiri dari anak-anak dan dewasa memantapkan langkahnya ketika udara panas mencapai 30 derajat C.
Tidak canggung, tidak malu-malu walau masih semi-amatir mereka mencoba menunjukan diri yang terbaik untuk memeriahkan bazar tersebut.
Tenun ikat tradisional Nusa Tenggara Timur tampil dalam Panggung Gembira HUT ke-70 RI yang diselenggarakan KBRI Brussel Belgia, Minggu (30/8/2015). (MADE AGUS WARDANA)
Kain tenun ikat yang diperagakan bertema Flobamora yang merupakan sekumpulan tenun ikat kepulauan NTT yakni Flores, Sumba, Sabu, Rote, Timor dan Alor.
Kain tenun ikat yang khusus didatangkan dari NTT tersebut adalah murni buatan para perajin tenun lokal.
Para peragawati cantik secara anggun melangkahkan kakinya sambil tersenyum menawan yang diiringi sebuah lagu asli Flobamora.
Lagunya yaitu "Bae Sonde Bae Flobamora Lebe Bae" (baik tidak baik flobamora lebih baik).
Kutipan ini memiliki arti walaupun kita jauh merantau, jangan lupa kampung halaman kita yang memiliki aneka keragaman budayanya.
Keragaman bukanlah mencerai-beraikan kita, melainkan mempersatukan atau dengan istilah lain bahwa kita semua adalah saudara atau basodara.
Tenun ikat Hinggi dengan motif Papanggang asal NTT diperagakan oleh Charlotte dan Eva dalam Panggung Gembira HUT ke-70 RI yang digelar KBRI Brussel Belgia, Minggu (30/8/2015). (MADE AGUS WARDANA)
"Dalam peragaan busana saya mencoba memperkenalkan beberapa motif tenun ikat di antaranya tenun Ikat Hinggi bermotif Papanggang dari Rende Sumba Timur," kata Maria.
"Kemudian motif Utang Moko yang biasa dipakai pada waktu upacara berladang atau bercocok tanam untuk memohon kesuburan tanaman dari Maumere Flores serta motif Utang Oi Rempe-Sikka yaitu motif yang dipakai oleh para kaum wanita karena berlambang tiga bintang (suami, istri dan anak)," sambung perempuan kelahiran Kupang yang akrab disapa Mery ini.
Upaya yang dilakukan oleh Mary ini perlu diacungi jempol dan didukung kuat oleh siapa saja.
Dengan tekad semangat kuat serta niat tulus, langkah demi langkah seiring dengan langkah para peragawatinya, kerajinan tenun ikat khususnya NTT akan dikenal di negeri Eropa ini.