News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wisata Jakarta

Mari Mengendus Warisan Budaya Tiongkok Serta Peranakannya di Jakarta

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Agung Budi Santoso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sisa-sisa warisan budaya Tiongkok di Jakarta.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejak awal abad masehi hubungan dinasti Tiongkok dengan kerajaan-kerajaan di Indonesia sudah sangat dekat dalam bidang agama maupun perdagangan begitu pun hubungan masyarakatnya.

Putri-putri kerajaan Tiongkok diketahui banyak dinikahi oleh raja-raja di Yogyakarta, Solo, Cirebon, Bangka Belitung, dan Kalimantan bagian barat.

Kemudian pada abad ke-15 antara tahun 1407-1433 seorang Tiongkok muslim yaitu Laksamana Zheng Ho atau yang lebih dikenal Cheng Ho tiba di Indonesia.

Ia datang sebagai utusan dinasti dengan armada besar membawa hasil pertanian dan barang-barang berbahan porselen.

Satu di antara perwiranya yang bernama Chen Chi Lung berlayar dari Sungai Cisadane hingga Teluk Naga dan berlabuh di area yang dinamai "Benteng" oleh Pemerintah Belanda kala itu.

Dan area yang dimaksud tersebut sekarang dikenal dengan sebutan Tangerang.


Sisa-sisa warisan budaya Tiongkok di Jakarta.

Pada awalnya perempuan Tiongkok dilarang meninggalkan negaranya sehingga pria Tiongkok menikahi perempuan Betawi dan Sunda.

Inilah yang mereka selama berabad-abad berbaur dan beradaptasi dengan budaya lokal namun tetap mempertahankan ajaran tradisi Tiongkok.

Peranakan Cina Benteng

Keturunan memiliki perpaduan biologis dan budaya sehingga lahirlah sebutan "Cina Benteng" atas persilangan pria Tiongkok dengan wanita Betawi.

Cina Benteng mendirikan perkampungan di Jalan Cilame, Pasar Lama, Tangerang, di mana barang-barang peninggalan sejarah banyak tersimpan di sana.

Di Pasar Lama saat ini Anda masih akan menjumpai keturunan peranakan Cina Benteng.

Mereka bekerja di berbagai sektor mulai dari pengayuh becak, pelayanan masyarakat hingga pengusaha.

Namun demikian lebih dominan dari mereka mencari nafkah melalui usahanya di pertokoan.

Tutur kata sehari-hari menggunakan dialek Tangerang dan sedikit yang masih berbicaea bahasa Tiongkok.


Sisa-sisa warisan budaya Tiongkok di Jakarta.

Budaya peranakan masih dapat ditemukan pada pesta pernikahan, musik, tari, dan makanan di mana orang Tiongkok dan pribumi saling menyerap budaya satu sama lain.

Masuknya Tiongkok ke Indonesia mulai serius pada abad ke-17 yang ditandai dengan datangnya pedagang-pedagang Hindia Belanda ke Indonesia untuk berdagang.

Meskipun dibutuhkan oleh Belanda, warga Tiongkok dan pribumi dialokasikan ke area teluk di luar tembok dan pintu-pintu masuk Batavia yang ketika itu pusatnya VOC.

Gelombang migrasi Tiongkok kali terakhir terletak di area Pintu Besar dekat dengan sungai Ciliwung yang sekarang dikenal Glodok.

Wilayahnya mencakup Pancoran hingga ke Jalan Gunung Sahari yang ramai dihuni etnis Tiongkok.

Sisa-sisa Peninggalan Bangunan

Masih ada sejumlah bangunan Tiongkok yang terawat hingga saat ini di antaranya Toko Merah di Kali Besar Barat yang sangat jelas aksennya.

Lalu jika melintas di Jalan Gajah Mada terdapat Gedung Candranaya yang baru dipugar.

Anda pun bisa menjumpai restoran-restoran yang menjual masakan Tiongkok seperti bebek panggang, pangsit goreng, dan bakso.

Ada juga warung kopi khas Tiongkok seperti Kopi Tiam atau warung es Tak Kie yang cara penyajian masih tradisional.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini