Laporan Wartawan Tribun Bali, Cisilia Agustina S
TRIBUNNEWS.COM, MANGUPURA - Suara desir ombak memecah kesunyian Pantai Kelan, pantai yang berada di Desa Adat Kelan, Kecamatan Kuta, Badung, Bali, atau tepat di samping Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Rabu (9/9/2015) siang.
Pasir putih dengan hamparan laut biru membentang, dihiasi jukung-jukung yang terombang-ambing arus laut menjadi pemandangan tropis yang khas di sini.
Tak hanya di laut, tetapi jukung-jukung yang tampil unik dengan berbagai hiasan di badannya terparkir berjajar di sepanjang bibir pantai.
Jukung unik di Pantai Kelan. (Tribun Bali/Cisilia)
Ada sekitar 100 jukung yang merupakan bagian dari Kelompok Usaha Bersama (KUB) Samanjaya, kelompok nelayan Desa Adat Kelan yang sudah terbentuk sejak 1988.
“Jukung-jukung ini untuk transportasi para nelayan mencari sumber daya laut, sebagai satu di antara mata pencaharian di sini,” ujar Nyoman Pulir, Ketua KUB Samanjaya kepada Tribun Bali saat ditemui di kediamannya.
Pemandangan jukung berwarna-warni ini yang kemudian menjadi daya tarik Pantai Kelan.
Selain itu, juga suasana yang masih tradisional, tenang, dan tidak begitu padat seperti beberapa di pantai lainnya di Bali, yang lebih dulu terkenal dibanding dengan Kelan.
Lokasinya yang berada di sebelah bandara, membuat pengunjung dan masyarakat di sini dapat melihat langsung lalu lintas pesawat yang take off dan landing.
Jukung tradisional. (Tribun Bali/Cisilia)
Dua jenis alat transportasi berbeda, laut dan udara menjadi kombinasi yang cukup unik yang ditampilkan di sini.
Jika sepintas, apalagi datang di siang hari, memang pantai ini tampak sepi.
Hanya tampak para nelayan mempersiapkan jukungnya untuk berlayar di sore hari.
Sisanya, anak-anak dan warga lokal yang memiliki warung kecil di area pantai.
“Mereka mulai melaut dari pukul 16.00, nanti kembali lagi ke darat, sekitar pukul 07.00 membawa hasil tangkapannya,” ujar Pulir.
Memang tidak sepopuler Pantai Kuta, Jimbaran atau Uluwatu.
Namun menurut Pulir, pantai ini sudah mulai ramai dikunjungi wisatawan.
Baik itu wisatawan lokal maupun mancanegara.
“Sudah ada turis-turis datang, di sini pihak KUB dan juga Desa Adat Kelan terus berupaya untuk mengangkat wisata bahari di Pantai Kelan ini,” ujar Pulir.
Pantai Kelan ini kerap disebut dengan K-Land, seperti yang tampak pada sebuah plang nama penanda arah ke pantai ini.
Namun, menurut Pulir, masyarakat setempat masih cenderung menyebutnya dengan naman yang sama dengan nama desa, yakni Kelan.
Berbatasan langsung dengan Pantai Kedonganan, di mana dari Pantai Kelan bisa tampak langsung aktivitas di dermaga tersebut.
Pantai Kelan juga dibagi menjadi tiga area, yakni area operasional kelompok usaha, parkir jukung, dan kawasan rekreasi, tempat para wisatawan biasanya menikmati pesona alam bahari di Pantai Kelan.
“Ini sudah pembagian dari Pemda Badung, ada 40 meter untuk operasional, 167 meter untuk pangkalan jukung, dan 107 meter untuk kawasan rekreasi,” ujar pria berusia 59 tahun ini.
Selain itu, ada juga area lain untuk melasti dan persembahyangan.
Antara lain, 40 meter untuk melasti dan 30 meter untuk Pura Segara, yang merupakan hak dari Desa Adat Kelan.
Bendesa Adat Kelan, Made Sugita mengatakan, meskipun akses dan fasilitas belum maksimal, tetapi, upaya-upaya kerap dikembangkan oleh pihak desa maupun kelompok usaha.
Ia pun berharap agar ada perhatian khusus dari pihak Pemda untuk membantu, agar potensi wisata yang ada di Pantai Kelan ini semakin terangkat.
“Akses untuk menuju tempat wisata dan fasilitas memang belum mampu maksimal. Tapi kami selalu berupaya untuk memberdayakan yang ada di sini. Semoga ada perhatian khusus untuk Pantai Kelan ini,” ujar Sugita.
Terumbu Karang Masih Alami
Dengan tujuan untuk mengangkat nama Pantai Kelan sebagai satu destinasi wisata bahari di Bali, berbagai upaya pun dilakukan oleh pihak Desa Adat dan juga KUB Samanjaya.
Seperti program yang sudah berjalan sekarang, yaitu kano dan paddle.
“Biasanya di atas pukul 15.00, mulai tampak kehidupan wisata di sini. Kalau pagi hari, masih banyak didominasi aktivitas nelayan dan warga lokal. Semoga dengan semakin berkembangnya potensi di sini, sehingga dari pagi hari pun bisa tampak kehidupan wisata di sini,” ujar Bendesa Adat Kelan, Made Sugita.
Menurutnya, biasanya pada sore hari akan mulai tampak para pengunjung yang melakukan aktivitas bermain kano ataupun paddle.
Selain itu, di sore hari menuju senja akan mendapat kunjungan para wisatawan yang datang sekaligus untuk menanti pesona matahari tenggelam.
“Kami juga berencana untuk mengadakan snorkeling dan diving bekerja sama dengan instansi. Intinya, berbagai program akan kami upayakan untuk meningkatkan potensi wisata bahari di sini,” ujar Ketua KUB Samanjaya, Nyoman Pulir.
Menurut Pulir, potensi bawah laut Pantai Kelan ini pun tak kalah dari Bunaken, dengan terumbu karang yang masih alami.
“Pada 2010 kami pernah ikut studi banding ke Bunaken bersama Pemkab Badung. Sebenarnya potensi di sini pun tak kalah, koral-koral alami pun ada di dalam laut, hanya saja kita kalah dari segi ikan-ikan. Karena ulah manusia dulu dengan penangkapan yang berbahaya dan tidak sesuai,” ujar Pulir.
Namun sekarang, dengan dibuatnya kelompok pengawasan yang bekerja sama dengan angkatan laut untuk mengamankan area Pantai Kelan ini.
Agar tidak lagi ada kejadian di masa lalu yang membahayakan kondisi laut di sini.
Selain itu, KUB juga mendirikan restoran sekaligus koperasi yang ada di Pantai Kelan.
Tujuannya untuk memfasilitasi wisatawan, sekaligus bentuk usaha kelompok untuk memberdayakan masyarakat lokal.
“Selain untuk mengembangkan potensi pariwisata, ini juga sebagai upaya untuk memberdayakan sumber daya lokal. Dengan membuka lapangan pekerjaan, tujuannya untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat lokal di sini,” ujar Pulir. (*)