TRIBUNNEWS.COM - Salah satu fungsi utama Lembaga Sensor Film (LSF) adalah menentukan batas usia penonton sebuah film yang diputar di bioskop.
Sebelum suatu film diputar di bioskop, film itu harus melalui tahapan sensor di LSF. Dari situ ditetapkan, apakah film itu lolos sensor atau tidak untuk diputar di bioskop.
Jika lolos sensor ditetapkan batas usia penontonnya. Dibagi atas tiga klasifikasi: Semua Umur (SU), Remaja (R), dan Dewasa (D) atau hanya boleh untuk penonton berusia 17 tahun ke atas.
Tetapi, dalam prakteknya, apakah fungsi LSF itu benar-benar efektif di bioskop-bioskop?
Kalau saya yang menjawabnya, tanpa ragu saya menjawabnya: Tidak! Sama sekali tidak! Boleh dikatakan pekerjaan LSF menentukan batas usia penonton itu hanyalah pekerjaan mubazir, khususnya untuk film dengan kategori dewasa.
Karena meskipun suatu film jelas-jelas sudah dikategorikan hanya untuk penonton dewasa dengan konten yang seberat apapun materi dewasanya, tetap saja dengan bebas anak-anak di bawah umur diizinkan masuk menontonnya oleh petugas jaga pintu bioskop.
Film 'The Transporter Refuled'.
Memang ada himbauan dari pihak bioskop agar penonton menonton film sesuai dengan kategori usianya, yang biasanya ditayangan slide sebelum pemutaran filmnya, tetapi apalah artinya himbauan itu, jika pihak bioskop sendiri tidak pernah sedikitpun mengingatkan apalagi melarang anak-anak masuk bioskop saat yang diputar adalah film dengan kategori dewasa.
Saya sudah beberapa kali memperhatikan fenomena ini.
Meskipun jelas-jelas sebuah film berkategori dewasa, tiada halangan sedikitpun ketika ada anak-anak, baik yang datang sendiri bersama teman-temannya (usia rata-rata sekitar 12-16 tahun), maupun bersama orangtuanya (usia 10 tahun ke bawah) hendak masuk ke bioskop menonton film dewasa tersebut.
Oleh penjaga pintu bioskop mereka diizinkan bebas masuk begitu saja berbaur dengan penonton-penonton dewasa.
Kondisi memprihatinkan ini sebenarnya bersumber pada peran orangtua sendiri, yang tidak punya kesadaran terhadap pentingnya memperhatikan film-film apa saja yang boleh ditonton oleh anak-anaknya yang masih di bawah umur.
Jika sebuah film sudah dikategorikan dewasa, seharusnya mereka melarang atau tidak membawa anak-anaknya menonton film dewasa di bioskop.
Faktanya masih banyak orangtua yang tidak memperdulikan hal tersebut, buktinya masih cukup banyak orangtua yang membawa anak-anaknya yang masih di bawah umur itu menonton film-film dewasa di bioskop bersama mereka.
Kerja LSF Mubadzir?
Parahnya selama ini pula tidak pernah ada peringatan apalagi larangan pihak bioskop ketika ada anak-anak yang hendak masuk menonton film dewasa itu.
Seolah-olah tidak ada batas usia dari LSF itu. Alhasil, bukankah kerja LSF itu menjadi mubazir, sia-sia belaka?
LSF sudah kerja keras mengklasifikasikan setiap film sesuai dengan batas usia penontonnya, di bioskop semua pekerjaan LSF itu sama sekali tidak diperhatikan, karena semua penonton dari anak-anak sampai orang dewasa bebas masuk menonton film apa saja, dari yang untuk semua umur sampai dengan dewasa.
LSF juga bukan tanpa salah. Sepengetahuan saya dari LSF sendiri sangat minim sosialisasi pentingnya memperhatikan batas usia penonton suatu film.
Juga dalam menentukan batas usia penonton sebuah film, LSF tidak menyertai dengan keterangan singkat kenapa film itu dikategorikan khusus dewasa, yaitu kontennya; apakah karena berkonten kekerasan yang brutal (sadistis), seksualitas, adegan telanjang, narkoba, kata-kata makian yang terlalu kasar, dan sebagainya.
Halmana selalu disertai oleh Motion Pictures Association of America (MPAA) yang biasanya menentukan batas usia penonton sebuah film di Amerika Serikat.
Tampaknya LSF pun tak terlalu memperdulikan implementasi dari batas usia penonton sebuah film yang mereka sendiri sudah tetapkan itu. Buktinya selama ini kita tak pernah mendengar LSF mempersoalkan bioskop-bioskop yang bebas mengizinkan anak-anak di bawah umur menonton film dewasa, padahal hal tersebut sangat sering terjadi, sudah merupakan pemandangan sehari-hari.
Contoh yang paling baru adalah saat saya menonton film The Transporter Refueled (2015) di IMAX, Tunjungan Plaza 5, Surabaya, Sabtu, 12 September lalu, pukul 15:15 WIB.
Saya melihat beberapa orangtua membawa beberapa anaknya yang rata-rata masih berusia sekitar 10 tahun menonton film ini bersama mereka. Padahal film ini ditetapkan LSF sebagai film dewasa.
Sepanjang film ini penuh dengan adegan-adegan yang sangat, sangat tak layak ditonton anak-anak seperti mereka.
Seperti tiga film The Trasporter sebelumnya yang masih dibintangi Jason Statham, The Transporter Refueled yang dibintangi oleh Ed Skrein ini pun sarat dengan adegan-adegannya yang sangat dewasa, bahkan lebih berat materi dewasanya dibandingkan tiga Transporter sebelumnya.
Mulai dari adegan aksi dan pembunuhannya yang brutal, prostitusi, perdagangan narkoba, streaptease, sampai adegan seks.
Pada adegan ini juga diceritakan bagaimana sang jagon, Frank Martin (Ed Skrein) dengan ayahnya (Ray Stevenson) sama-sama “berbagi” empat perempuan mitra mereka dalam beraksi melawan para mafia Rusia, untuk dibawa ke atas ranjang. Sang ayah bahkan meniduri sekaligus tiga perempuan.
Saat adegan streapese, saya mendengar anak-anak yang duduk di depan saya itu tertawa-tawa, rupanya bagi mereka adegan tarian strepease itu lucu.
Patutkah kita juga ikut merasa lucu menyaksikan bagaimana reaksi anak-anak polos itu menonton film yang sangat dewasa seperti The Transporter Refueled itu? Sampai kapan kita terus membiarkan anak-anak itu terus menonton film-film dewasa yang sangat tak patut bagi mereka itu?
Pengalaman berbeda pernah saya alami beberapa tahun lalu, saat hendak menonton sebuah film di bioskop di Singapura, bersama dengan keponakan saya yang berusia 23 tahun.
Meskipun sudah 23 tahun wajah keponakan saya itu masih tampak seperti remaja yang belum dewasa.
Oleh karena itu ketika hendak masuk bioskop, petugas penjaga pintunya bertanya kepadanya, berapa umurnya. Ketika dijawab 23 tahun, petugas itu memintanya memperlihatkan ID Card-nya.
Setelah melihat paspor keponakan saya yang menunjukkan memang dia sudah 23 tahun, barulah keponakan saya itu dizinkan masuk bersama saya. (Daniel H.T/ Kompasiana.com)