TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Proyeksi kunjungan wisatawan mancanegara per Agustus 2015 tercapai, persis sesuai target 850.000 orang! Manteri Pariwisata Arief Yahya semakin pede, di quarter empat Oktober-November-Desember 2015 bakal menembus angka krusial, rata-rata 1 juta.
“Karena itu, kami akan terus genjot promosi Bebas Visa Kunjungan (BVK) ke top negara-negara originasi seperti Singapore, Malaysia, Tiongkok, Australia, Jepang, Timur Tengah dan Eropa-Amerika,” ungkap Menpar Arief Yahya.
Program “borderless” dengan BVK, kata Arief Yahya, terbukti efektif mampu mendongkrak jumlah kunjungan wisman. Seperti diketahui, sejak Juni 2015, melalui Perpres No 69 Tahun 2015, Presiden Joko Widodo sudah menandatangani kebijakan bebas visa tambahan untuk 30 negara baru. Sebelumnya RI sudah membebas-visakan 15 negara. “Total ada 45 negara, yang diberi kemudahan untuk berwisata ke tanah air,” paparnya.
Paling lambat akhir tahun 2015 ini, lanjut Arief, presiden sudah menyetujui untuk menambah sekitar 48 negara lagi yang akan dibebaskan visa kunjungannya.
Dengan begitu, orang semakin mudah, tidak ribet mengurus visa, sehingga mendorong orang untuk datang ke Indonesia.
“Saya contohkan Telkomsel, kartu perdananya dibuat murah Rp 5.000-an, jika perlu saat promo dibebaskan biaya kartunya. Nanti mengambil poinnya adalah pada saat penggunaan pulsa. Sama dengan bebas Visa, tak perlu mengurus dan bayar USD 35 lagi per Visa Kunjungan. Tetapi mereka akan spend of money lebih banyak saat berada di Indonesia,” uurai Mantan Dirut PT Telkom ini.
Pada bulan pertama pasca kebijakan bebas visa saja, menurut data di Kemenpar, jumlah wisman sudah naik 15%. Tugas Kemenpar adalah memblow up informasi dan mempromosikan kebijakan bebas visa itu ke negara-negara sasaran pasar utama.
“Saat ini timing-nya pas, Oktober 2015 promo, November-Desember 2015 sampai awal tahun Januari 2016 peak season. Semoga efektif, tepat sasaran, dan tepat waktu, sebelum orang memutuskan untuk berwisata,” kata lulusan ITB Bandung, Surrey University Inggris dan Program Doktoral Unpad itu.
Arief Yahya bersyukur atas capaian itu. Karena sejujurnya, saat ini adalah masa-masa paling menegangkan. Bagaimana tidak? Kendala pariwisata saat ini bukan main dan bukan main-main.
Pertama, erupsi Gunung Raung di Jember-Banyuwangi yang sempat membuat kacau peenerbangan dari dan ke Bali, Lombok, dan Banyuwangi.
Berminggu-minggu “raungan” Raung itu tidak berhenti-berhenti, sampai Kemenpar mengirimkan tim Crisis Center di Bandara Ngurah Rai, Bali selama berminggu-minggu.
“Anda bisa bayangkan, Bali itu 40% dari pintu wisman masuk ke Indonesia. Jika bandara buka tutup-buka tutup, tak ada kepastian, meskipun itu force majeur dan bencara alam, tetap saja pariwisata akan tertekan? Tiap hari ada 10.000 wisman dan kita sempat anjlok,” tandasnya.
Jika dihitung, kerugian industi pariwisata pasti berjibun. Puluhan jadwal penerbangan iinternational cancel, baik yang datang maupun yang pergi.
Setiap hari minimal 10.000 wisman mendarat di Bali. Lombok dan Banyuwangi jadi korban erupsi gunung api itu. Pada saat yang bersamaan, Gunung Sinabung Sumut dan Gunung Gamalama Malut juga ikut-ikutan menyembulkan debu vulkanik.
Belum juga tuntas soal erupsi, Kemenpar harus menerima kenyataan pahit lagi. Pulau Sumatera dan Kalimantan “diteror” asap kebakaran hutan.
Risiko terhebat ada di Sumsel dan Riau. Asap pembakaran hutan bekas sawit di lahan gambut sampai sekarang di seluruh Sumatera dan Kalimantan masih membara dan mengeluarkan asap.
Upaya pemadaman oleh berbagai lembaga negara sudah dilakukan, bahkan Presiden Jokowi langsung meninjau proses pemadaman. Upaya dengan hujan buatan pun sudah dilakukan, termasuk shalat Istiqo’ di berbagai tempat.
“Kami berharap asap segera beres, as soon as possible (ASAP). Dampak di sector pariwisata, besar sekali,” tandasnya.
Terakhir, 29 September 2015 Bandara di Batam juga buka-tutup, akibat jarak pandang udaranya di bawah 1.000 meter.
Jika bencana alam itu mengganggu Bali dan Batam, itu sejatinya sudah malapetaka buat pariwisata. Sebab, sumbangan Bali dalam pariwisata nasional ada 40%, lalu Jakarta 28% dan Batam-Bintan 24%.
“Karena itu kami terus mencari tahu, mencari solusi, dengan membentuk tim Crisis Center, yang setiap harai melaporkan terjadi apa dan seperti apa dampaknya,” kata Arief Yahya peraih 9 Tough CEO Mens Obsession, The Best CEO BUMN, CEO Innovation Award, The Best CEO Finance Asia The Best CEO of The Year, dan Anugerah Business Review 2013 itu.
Selain hambatan alam, erupsi gunung api dan asap kebakaran hutan, masih ada problem yang sangat fundamental. Situasi ekonomi global sedang melambat.
Originasi potensial seperti Singapore, Malaysia, Tiongkok, Australia dan Jepang juga merasakan krisis ekonomi. Banyak yang reskedul, menjadwal ulang untuk bepergian ke luar negeri.
“Kami menghadapi tekanan di dalam oleh alam, dan pressure di luar dengan krisis. Otomatis daya beli internasional juga sedang turun,” ujar Yoyok, sapaan akrab Arief Yahya itu.
Lalu? Apa strategi yang akan diambil?
“Kita promosikan, bahwa living cost atau biaya hidup di Indonesia itu tidak mahal. Meskipun bukan berarti murahan. Competitiveness Index Tour and Travel Indonesia versi World Economic Forum (WEF) juga nomor 3 dari 141 negara. Informasi itulah yang akan terus kami geber ke mancanegara. Berwisata di Indonesia itu jauh lebih murah, tetapi lagi-lagi bukan murahan,” jelas pria yang oleh Majalah Business Review pernah dinobatkan sebagai CEO BUMN Inovatif Terbaik, lalu Anugerah BUMN Award 2012, dan BUMN Track The Amazing Star itu.