Laporan Wartawan Banjarmasin Post, Yayu Fathilal
TRIBUNNEWS.COM, BANJARMASIN - Kubah bangunan masjid biasanya berbentuk setengah lingkaran dan di sampingnya terdapat satu atau dua menara tinggi tempat azan berkumandang.
Bentuk seperti itu sudah jamak ditemui di dunia ini.
Warga melakukan salat jemaah di Musala Nurul Hidayah. (Banjarmasin Post/Yayu)
Namun berbeda halnya dengan surau yang satu ini, yaitu Mushalla Nurul Hidayah di Jalan Gunung Sari Ujung, Komplek Sederhana, nomor 3 RT 12 RW 01, Kelurahan Teluk Dalam, Kecamatan Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Musala ini memilik atap yang unik dan berbeda dengan yang lain.
Atapnya berbentuk landai yang di tengahnya ada menara menjulang beberapa meter.
Di pucuk menaranya ada atap kecil seperti payung bergelombang yang di bawahnya ada speaker untuk mengumandangkan azan.
Menurut Pengurus musala ini, Zubair, desain seperti itu merupakan hasil rembukan warga setempat.
"Musala ini dibangun pada 1979 silam. Lahannya tanah wakaf dari warga sini," ceritanya.
Karena lahannya sempit, dulu musala hampir saja tak memiliki halaman jika tidak diupayakan warga untuk menguruk sedikit tanahnya.
Musala Nurul Hidayah, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. (Banjarmasin Post/Yayu)
Sekarang, musala ini memiliki halaman walaupun kecil yang bahkan untuk memarkir kendaraan roda dua pun tak cukup.
Soal bentuk atapnya yang berbeda itu, memiliki cerita sendiri.
Karena lahannya sempit sehingga tak ada area yang cukup untuk menempatkan menaranya.
"Akhirnya, dengan keputusan bersama warga sini, menaranya ditaruh di atas atap," ujarnya.
Di salah satu sudut musala, ada atap yang berlubang tempat pengurus masjid masuk ke menara.
Cara masuknya pun tergolong unik, yaitu dengan memanjat di kedua sisi dinding menara, bukan dengan tangga.
Dulu, atap di atas paimaman atau tempat imam salat pun memiliki bentuk yang unik, yaitu seperti setengah persegi empat yang keempat ujungnya tumpul dan berbahan sirap.
Namun sayangnya sekarang atap tempat imam tersebut sudah dihancur warga dengan alasan desainnya sudah ketinggalan zaman.
Sekarang, atapnya diganti dengan kubah kecil berbahan aluminium yang lebih modern.
Seluruh badan musala ini berbahan kayu meranti, bukan ulin seperti lazimnya tempat ibadah umat Islam di Kalimantan Selatan.
Penggunaan meranti lebih dipilih dibandingkan ulin karena ulin sudah mulai langka saat itu.
Musala ini, sering diramaikan oleh kegiatan keagamaan.
Tak hanya ibadah salat, namun juga pengajian di hari tertentu, penyembelihan hewan kurban, buka puasa bersama di bulan puasa hingga memasak bubur Asyura untuk peringatan tahun baru Islam.
Musala ini berada di jalan kecil, bukan jalan utama, walau begitu ketika menyebutkan nama jalannya biasanya warga Banjarmasin sudah tahu dimana letaknya.
Bagi yang belum mengenal daerah ini perlu banyak bertanya-tanya dulu.
Tak ada kendaraan umum lewat daerah ini.
Masuknya lebih mudah dari Jalan Sutoyo S, sebelum tugu PDAM ada jalan di sebelah kiri jalan, namanya Jalan Cempaka.
Masuk saja ke jalan ini, setelah beberapa ratus meter, ada jalan kecil di kanan jalan.
Inilah namanya Jalan Gunung Sari Ujung.
Masuk saja sekitar 600-700 meter, pas mentok sebelum tikungan pertama ada musala ini di sebelah kiri jalan tersebut.