TRIBUNNEWS.COM, NEW DELHI - India merupakan negara yang begitu konservatif selama beberapa ratus tahun terakhir.
Kondisi ini dipengaruhi puritanisme dari beberapa kelompok, termasuk dinasti-dinasti Islam, bangsawan Inggris dan kasta pendeta Brahma di negara itu.
Tetapi tahukah Anda bahwa India tidak selalu seperti ini?
Relief bernuansa "kamasutra". (Charukesi Ramadurai via BBC Indonesia/National Geographic)
Norma-norma seksual jauh lebih liberal sebelum abad 13, dengan menempatkan sekularisme dan spiritualisme pada tingkat yang sama pentingnya.
Seks diajarkan sebagai pelajaran dalam pendidikan formal, dan risalah seks pertama di dunia Kamasutra, ditulis di India kuno antara abad ke-4 Sebelum Masehi dan Abad ke-2.
Malah, jika dilihat lebih dekat, pengingat zaman yang lebih liberal ini dapat dilihat di mana-mana di negara itu.
Batu berukiran motif-motif seksual misalnya terdapat di dinding sebelah bawah Candi Matahari yang berasal dari abad ke-13 di Konark di negara bagian Orissa di timur India.
Gambar dan patung telanjang bidadari surga merupakan fitur yang banyak ditemukan di goa batu biara Buddha Maharashtra, Ajanta (dari abad ke-2 SM) dan Ellora (Abad ke-5 sampai 10).
Namun, contoh paling grafis dan paling terpelihara dari seni erotis candi dapat ditemukan di kota kecil Khajuraho di negara bagian Madhya Pradesh di bagian tengah India.
Candi ini terletak di Khajuraho, sebuah kota kecil di bagian tengah India. (Istimewa)
Candi Hindu di sana yang diukir dengan elegan dideklarasikan sebagai situs Warisan Budaya Dunia Unesco pada tahun 1986.
Didirikan oleh dinasti Chandela antara 950 dan 1050, hanya 22 candi yang masih ada dari 85 candi tadinya.
Ketika kami memasuki situs seluas 6 kilometer persegi itu suatu sore di musim dingin, batu pasir berkilauan dengan warna keemasan.
Para perempuan setempat membawa bunga-bunga segar dan dupa untuk doa mereka.
Sementara para pengunjung berjalan mondar-mandir di koridor sebelah luar, melongo memandangi pahatan yang begitu banyak dan rumit yang menghiasi setiap centimeter dinding.
Ada gambar dewa dan dewi, para prajurit dan musisi, hewan dan burung.
Seperti adegan dari candi lain di India. Banyak dari pahatan ini bersifat erotis, dengan menampilkan lelaki, perempuan dan binatang.
Meskipun sejumlah batu sudah retak dan beberapa anggota tubuh patung sudah patah, pahatan itu masih tetap begitu bagus keadaannya mengingat candi itu sudah berusia lebih dari 1.000 tahun.
Ada berbagai teori mengenai keberadaan gambar-gambar erotis yang begitu grafis itu.
Salah satu teori adalah karena raja-raja dari dinasti Chandela merupakan pengikut prinsip-prinsip Tantrik, yang mendiktekan agar adanya keseimbangan antara kekuatan lelaki dan perempuan.
Oleh karena itu mereka mempromosikan keyakinan mereka pada candi-candi yang mereka dirikan.
Teori lainnya memiliki hubungan dengan peran candi pada masa itu: candi dipandang sebagai tempat belajar dan beribadah – khususnya dalam seni yang lebih luhur, termasuk seni bersanggama.
Selain itu, sejumlah orang percaya bahwa penggambaran aktivitas seksual dianggap sebagai pertanda baik karena mewakili permulaan baru dan kehidupan baru.
Di samping itu, Hinduisme memang secara tradisional menganggap seks sebagai bagian penting kehidupan, yang bisa menjelaskan mengapa pahatan-pahatan itu diselingi berbagai macam kegiatan lain seperti berdoa dan perang.
Fakta bahwa pahatan seksual ini dipajang jelas di muka umum dan tidak disembunyikan di sudut yang suram.
Kelihatannya, menunjukkan bahwa para pembuatnya memang memaksudkan agar pahatan itu semua dilihat orang.
Anehnya, tidak ada alasan mengapa candi-candi penuh hiasan ini didirikan di Khajuraho, karena tidak ada catatan yang jelas apakah ada kerajaan di lokasi itu.
Masih bertahannya motif-motif grafis ini mungkin berhubungan dengan terisolasinya mereka selama ratusan tahun di tengah-tengah hutan lebat wilayah itu, dan baru kemudian ditemukan seorang warga Inggris, Kapten TS Burt, pada tahun 1838.