Laporan Wartawan Tribun Jogja, Hamim Thohari
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Berbekal dua buah botol bekas air mineral, Ade Mujiyati (35) merangsek di antara ratusan orang yang berebut air jamasan Kereta Nyai Jimat, Selasa (23/10/2015).
Demi memperoleh air yang dianggapnya mampu memberikan berkah tersebut, dirinya tidak merasa canggung untuk berebut dengan para pria dan ratusan orang lain.
Prosesi jamasan kereta Nyai Jimat. (Tribun Jogja/Hamim)
Ade Mujiyati, warga Jakarta itu datang ke acara jamasan kereta pusaka milik Keraton Kasultanan Yogyakarta yang berlangsung di Museum Kareta Keraton Ngayogyakarta Rotowijayan , bersama bersama beberapa saudaranya.
Perempuan yang akrab disapa Ade tersebut sengaja datang dari Jakarta hanya untuk mengikuti acara jamasan tersebut.
Alasannya mengikuti acara ini adalah turut berpartisipasi melestarikan budaya.
"Ini adalah pertama kalinya saya datang ke acara ini. Saya ikut acara ini karena ibu saya asli Jogja dan dulu sering datang ke acara jamasan," ujarnya.
Tidak hanya itu dia juga penasaran dengan kepercayaan masyarakat bahwa air yang telah digunakan untuk membersihkan kereta pusaka milik keraton Yogyakarta tersebut mampu memberikan berkah.
Jamasan kereta Nyai Jimat. (Tribun Jogja/Hamim)
Oleh karena itu dia turut serta memperebutkan air sisa jamasan.
"Nggak tahu ini nanti airnya untuk apa, saya hanya penasaran saja. Mungkin nanti airnya akan saya bawa pulang ke Jakarta," tambahnya.
Jamasan Kereta Pusaka Keraton Yogyakarta adalah ritual yang selalu dilakukan saat awal bulan Suro.
Kegiatan tersebut bertujuan untuk membersihkan dan merawat kereta pusaka yang dimiliki Keraton Yogyakarta.
Ritual ini hanya bisa dilakukan pada hari Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon
Penawu Ronodirodo, salah seorang abdi dalem Keraton mengatakan, pada jamasan kali ini ada dua kereta yang dijamas, yakni Kereta Nyai Jimat dan Kyia Kutha Kaharjo.
Warga mengambil air sisa jamasan sebagai berkat. (Tribun Jogja/Hamim)
Kereta Nyai Jimat adalah kereta kencana yang pertama kali dimiliki oleh Keraton Yogyakarta.
Kereta tersebut dibuat pada 1750 dan digunakan pada masa pemerintahan Sultan Hemengku Buwono I hingga III.
Kereta kencana yang dibuat di Belanda tersebut dijamas menggunakan air kembang.
Tidak hanya dengan air, Nyai Jimat juga dibersihkan menggunakan jeruk nipis.
"Penggunaan jerus nipis bertujuan untuk membersihkan bagian kuningan yang ada di badan kereta agar kembali bersih," ungkap Penawu Ronodirodo.
Dalam setiap jamasan hanya dua kereta pusaka yang dibersihkan.
"Dalam setiap prosesi ada dua kerea yang dibersihkan, satu kereta utama, yang kali ini Kyai Nyai Jimat, dan satu kereta penderek (pendamping), untuk kali ini Kereta Kyai Kutha Kaharjo," tambahnya.
Adapun Keraton Yogyakarta memiliki 23 kereta kencana yang disimpan di Museum Kareta Keraton Ngayogyakarta Rotowijayan.
Kereta-kerata tersebut sekarang hanya digunakan saat Keraton menggelar acara tertentu, seperti pernikahan Kerabat Keraton.(*)