Laporan Wartawan Serambi Indonesia, Nurul Hayati
TRIBUNNEWS.COM, ACEH - Membentang dari Sabang hingga Merauke, Indonesia menyimpan khazanah seni budaya yang khas.
Kekayaan warisan adiluhung itu hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Mengukuhkan identitas negeri ini yang berbeda-beda namun tetap satu jua.
Tari Seudati. (Serambi Indonesia/Nurul Hayati)
Dari Aceh, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menetapkan 12 warisan tak benda sebagai warisan budaya nasional.
Menjaga budaya tetap lestari dengan kekhasan yang dimiliki sendiri sekaligus menghindari klaim atas kepemilikan oleh asing.
12 warisan tak benda
12 warisan tak benda tersebut berasal dari berbagai belahan Aceh.
Baik berupa tarian maupun kriya.
Warisan budaya tersebut adalah Tari Saman dari Gayo pada tahun 2011, kerajinan Rencong dari Aceh Besar pada 2013, Seni Didong dari Aceh Tengah, Karawang Gayo dari Aceh Tengah, dan Kupiah Riman dari Pidie.
Selanjutnya Tari Seudati dari Pidie, Rumoeh Aceh dari Aceh Besar pada tahun 2014 dan Pintoe Aceh dari Kota Banda Aceh, Tari Rabbani Wahid dari Bireuen, Tari Binnes dari Gayo Lues, Tari Dampeng dari Singkil dan Rapai Geleng dari Aceh Barat Daya pada 2015.
Dari 12 budaya tersebut, Tari Saman dari Gayo bahkan telah lebih dulu mendapat pengakuan dan ditetapkan sebagai warisan budaya dunia tak benda dari UNESCO pada tahun 2011 lalu.
Penyerahan sertifikat. (Serambi Indonesia/Nurul Hayati)
“Penetapan warisan budaya nonbenda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merupakan penegasan bahwa seni budaya tersebut merupakan budaya asli dari berbagai wilayah di Aceh,” kata Gubernur Aceh Zaini Abdullah dalam penyerahan sertifikat yang berlangsung di Anjong Mon Mata, Banda Aceh baru-baru ini.
Penerimaan sertifikat diwakili oleh Asisten III Sekda Aceh, Syahrul.
Orang nomor satu di Aceh, Abdullah Zaini atau yang akrab disapa Doto berpesan agar kepala daerah menyebar luaskan kabar gembira tersebut.
Hal itu dimaksudkan supaya semarak pelestarian budaya menjadi spirit yang melekat di hati masyarakat Aceh.
“Saat ini kami sedang bekerja sama dengan Badan Arsip Nasional Indonesia untuk mengusulkan kepada UNESCO agar menjadikan Arsip Tsunami Aceh sebagai warisan dunia. Jika hal tersebut berhasil, data-data kejadian Tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 sebagai bencana terbesar yang pernah terjadi akan menjadi salah satu warisan dunia,” papar Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Kadisbudpar) Aceh, Reza Fahlevi.
Sudah sepatutnya kekayaan seni budaya yang merupakan warisan adiluhung dijaga dan dilestarikan.