Laporan Wartawan Tribun Jogja, Hamim Thohari
TRIBUNNEWS.COM, KLATEN - Selama ini orang menganal wilayah Selo yang ada di Boyolali sebagai basecamp pendakian gunung Merapi.
Tetapi sebenarnya di daerah Klaten juga terdapat basecamp pendakian Merapi yang berada di Desa Tegal Mulyo, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Pemandangan Puncak Merapi dari desa tertinggi di Klaten. (Tribun Jogja/Hamim)
Basecamp tersebut bernama Sapuangin dan berada di dusun Pajekan.
Wilayah tersebut merupakan desa tertinggi di wilayah Klaten dan berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Merapi.
Jika dari puncak Merapi wilayah desa tersebut hanya berjarak sekitar 4 hingga 5 kilometer.
Meskipun jaraknya cukup dekat, tetapi untuk mencapai puncak Merapi melalui jalur tersebut memakan waktu cukup lama, yakni 8 hingga 10 jam.
Dikatakan Martono selaku pengelola basecamp Sapuangin, jalur pendakian tersebut resmi dibuka pada tahun 2001 oleh komunitas pecinta alam Klaten.
Lebih lanjut Martono mengatakan pembukaan jalur tersebut didahului dengan hilangnya 13 orang pendaki di sekitar jalur yang saat ini ada.
Aktivitas warga di desa tertinggi di Klaten. (Tribun Jogja/Hamim)
"Pada tahun 1999 ada 13 pedaki yang naik dari Selo dan turun melalui jalur Pajekan, tetapi pada saat itu belum ada jalur resmi. Karena para pendaki tidak mengetahui medan, mereka tersesat," ceritanya.
Kejadian tersebut mengakibatkan tiga pendaki dari rombonga tersebut meninggal dunia.
Akibat kejadian tersebut dibukalah jalur pendakian resmi untuk mengantisipasi kejadian tersebut terulang kembali.
Selain mempunyai jalur pendakian, wilayah di sekitar basecamp Sapuanging memiliki beragam potensi wisata lainnya.
Karena letaknya berada di ketinggian, wilayah ini menawarkan pemandangan yang cukup indah.
Dari halaman basecamp Sapuangin yang juga merupakan tempat tinggal Martono, anda bisa menyaksikan indahnya matahari terbit.
Kehidupan masyarakat di kaki Gunung Merapi yang begitu sederhana menjadi pengalaman tersendiri.
Anda bisa menyaksikan aktivitas warga yang sebagian besar adalah petani, mulai dari menggarap sawah, hingga mencari rumput.
Saat ini masyarakat Tegal Mulyo mulai mengembangkan potensi di wilayah mereka dengan membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Wisata Tegal Mulyo.
Beragam kegiatan yang berhubungan dengan alam mulai dari camping, outbond, makrab hingga hunting foto mulai ditawarkan kepada masyarakat luas.
Paket atraksi wisata seperti kunjungan pertanian, tradisi wiwitan panen, tracking ke kawasan hutan konservasi juga menjadi pilihan lainya.
"Kami juga punya atraksi seni budaya, seperti tarian penyambutan topeng ireng, jatilan (kuda lumping) yang bisa dinikmati wisatawan," ujar Martono.
Wilayah Tegal Mulyo juga memiliki track down hill sepanjang 23 kilometer yang telah banyak menarik minat para pecinta olahraga ekstrim tersebut.
Lebih lanjut dia mengatakan, sebenarnya ada potensi lain yang ingin coba dikembangkan oleh masyarakat Tegal Mulyo, yakni tanaman bunga mawar.
Hampir di setiap halaman rumah warga terdapat tanaman mawar.
Bahkan ada beberapa lahan pertanian yang sengaja ditanami bunga mawar.
Selama ini bunga-bunga tersebut hanya dijual ke pasar untuk keperluan prosesi pemakaman maupun ritual lainnya.
Masyarakat di sana sebenarnya ingin mengembangkan bunga mawar menjadi obyek wisata agrowisata.
Tanaman mawar tersebut bisa dinikmati keindahannya.
Selain itu bunga yang berduri ini bisa diproduksi menjadi beragam produk turunan lainnya, semisal minyak atsiri.
Tetapi semua itu masih terkendala dengan sumber daya manusia yang dirasa masih belum mencukupi.(*)]