TRIBUNNEWS.COM, BANJARMASIN - Menyambut kelahiran atau maulid Nabi Muhammad SAW tiap 12 Rabiul Awal, umat Islam di Kalimantan Selatan memiliki tradisi unik.
Tradisi itu bernama Baayun Maulid.
Tradisi ini digelar tiap tahun.
Di Banjarmasin, biasanya dilaksanakan secara bersama-sama di halaman Masjid Sultan Suriansyah di Jalan Alalak Utara RT 5, Kelurahan Kuin Utara, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Tahun ini acara itu kembali digelar oleh Pengurus Masjid Sultan Suriansyah pada 12 Rabiul Awal atau bertepatan pada Kamis (24/12/2015).
Pada pelaksanaan tradisi ini, dari bayi hingga dewasa turut berpartisipasi dengan cara diayun memakai ayunan khusus.
Ayunannya dihiasi berbagai macam benda yang dalam tradisi orang Banjar memiliki makna-makna dan harapan tertentu bagi yang diayun.
Misalnya, janur bernama ular lidi yang diletakkan di bagian atas ayunan, bermakna kebersihan.
Diharapkan, orang yang diayun akan selalu senang dengan kebersihan.
Kemudian ada lagi janur berbentuk bunga dan burung.
Itu menyimbolkan kebesaran Kerajaan Banjar di masa lalu.
“Diharapkan para generasi muda sekarang bisa mengenal tentang kejayaan dan kebesaran Kerajaan Banjar di masa lalu,” jelas Ketua Panitia Baayun Maulid ini, H Muhammad Noor Thalhah.
Ayunan ini juga dihiasi rantai, kembang barenteng, berbagai macam buah bahkan uang juga ada.
Semua ini mengandung harapan-harapan tertentu atau bahkan hajat-hajat khusus untuk mereka yang ikut meramaikannya.
Ayunan tersebut didominasi kain berwarna kuning.
Dalam sejarah orang Banjar, kain kuning memang memiliki makna khusus seperti halnya warna merah pada tradisi orang Cina.
“Kuning itu melambangkan kebesaran dan kejayaan Kerajaan Banjar di masa lalu,” paparnya.
Tradisi ini sudah lama ada di masyarakat Suku Banjar.
Fotografer memotret anak balita didandani pakaian muslim dan diayun-ayun seperti bayi dalam tradisi Baayun Maulid, dalam rangka Maulid Nabi Muhammad SAW di Kalimantan Selatan.
Secara pelaksanaannya, tampak kentara sekali nuansa perpaduan budaya Islam dan Hindu.
Hal itu wajar saja karena sebelum Islam masuk ke Kalimantan Selatan, Hindu merupakan agama mayoritas yang dianut oleh orang Banjar.
Setelah Islam hadir dan menjadi agama mayoritas orang Banjar hingga sekarang, budaya peninggalan Hindu itu masih mengakar di adat istiadat lokal namun sudah membaur dengan ajaran Islam.
“Dalam tradisi Baayun Maulid ini contohnya. Nuansa Hindu masih tampak, namun bercampur dengan budaya Islam. Anak sambil diayun, sambil pula dinyanyikan syair-syair Salawat Nabi. Sambil juga didoakan kebaikan-kebaikan untuk si anak dengan benda-benda itu sebagai simbol harapan orangtuanya untuk masa depan anaknya,” bebernya.
Melalui budaya ini, terselip pula unsur syiar Islam di masa lalu.
Budayawan Kalimantan Selatan, Mudjahidin, saat ditemui terpisah menambahkan bahwa tradisi ini dulu dilakukan oleh para bangsawan di Tanah Banjar dan juga rakyat biasa.
Bedanya, ayunan yang digunakan para bangsawan itu berbahan kuningan sementara ayunan rakyat jelata yang biasa saja.
Namun seiring dengan masuknya Islam di Kalimantan Selatan, tradisi ini kemudian diselipi upaya dakwah Islam yakni dengan ditambahi kegiatan melantunkan syair-syair Salawat Nabi dan digelar saat tanggal kelahiran Nabi Muhammad SAW yaitu tiap 12 Rabiul Awal.
“Kalau dulu, baayun maulid ini dilakukan di rumah masing-masing saja, tidak dirayakan secara besar-besaran seperti sekarang. Namun karena tradisi itu dikhawatirkan akan hilang, kemudian digelarlah secara berjemaah tiap tahunnya,” paparnya.
Untuk bisa mengikuti acara ini, tiap peserta diwajibkan membayar uang pendaftaran Rp 100 ribu dan mereka bisa membawa pulang ayunan itu yang disediakan panitia.
Seorang peserta Baayun Maulid, Mawar, mengaku baru kali pertama mengikuti acara ini.
Dia memang sengaja mengikutinya karena hajatnya yang ingin sekali memiliki anak perempuan terkabul.
“Saya memiliki anak lelaki berusia sembilan tahun dan saya ingin sekali memiliki anak perempuan. Saya punya hajat, kalau nanti punya anak perempuan saya ingin baayun maulid,” terangnya.
Acara ini tak hanya diikuti oleh anak kecil, namun orang tua pun ada.
Biasanya, mereka diayun karena memiliki harapan tertentu, misalnya penyakitnya sembuh, dan sebagainya. (Yayu Fathilal)