TRIBUNNEWS.COM, PROBOLINGGO - Kementerian Pariwisata (Kemenpar) tidak bisa berdiri sendiri dalam menjadikan wisata sebagai industri guna mensukseskan program Wonderful Indonesia. Dukungan dari departemen lain sangat dibutuhkan untuk memuliskan langkah tersebut.
Hal itu berkaca pada kesulitan yang dialami Bupati Probolinggo, Puput Tatriana Sari saat mengembangkan wisata kelas di wilayahnya..
Sebagai contoh, Gunung Bromo akan dijadikan sebagai salah satu tujuan utama wisata andalan pemerintah. Namun dalam pengembangannya masih ada friksi yang muncul akibat belum hilangnya ego sektoral antar instansi, baik tingkat pusat maupun daerah.
Wilayah Gunung Bromo itu memiliki beberapa stakeholder yang berkepentingan. Dari sisi kewilayahan ada Kementerian Kehutanan melalui Taman Nasional Bromo, Tengger, dan Semeru (TNBTS) dan ada empat kabupaten yang berbatasan, Probolinggo, Lumajang, Pasuruan, dan Malang.
"Kami bukannya tidak mau mengembangkan potensi wisata yang ada. Tetapi, saat kami mau bergerak sedikit saja, kami langsung dijewer. Kawasan kaldera dan Lautan Pasir di Gunung Bromo adalah wilayah TNBTS. Tentu kami tidak bisa berbuat apa-apa di wilayah itu. Bahkan ketika kami mau mengembangkan salah satu lokasi yang bisa menjadi obyek wisata, kami langsung ditegur. Padahal itu di luar wilayah TNBTS dan masuk wilayah kami," kata Puput saat menerima kunjungan media di Pendopo Kabupaten Probolinggo, Jumat (25/12).
Tantri menjelaskan pihaknya sangat siap untuk mengembangkan kawasan Bromo sebagai lokasi obyek wisata. Hanya saja persoalan ego sektoral itu harus diselesaikan dulu.
"Menteri Kehutanan dan Menteri Pariwisata harus saling menopang. Mereka datang bersama-sama ke Bromo ini untuk melihat langsung dan memberikan solusi agar program Wonderful Indonesia sukses," tambahnya.
Pemerintah kabupaten dalam hal ini berkepentingan pada pengembangan masyarakatnya. Agar masyarakat mendapatkan manfaat dari kondisi lingkungan di sekitar tempat tinggalnya. "Kalau hanya terus beradu argumen terkait ego sektoral, kapan masyarakat saya bisa berkembang. Jadi lebih baik datang ke sini dan beri kami solusi," tambahnya.
Anggota Komisi VIII DPR RI, Hasan Aminuddin, menjelaskan bahwa seharusnya kewenangan itu dikembalikan lagi ke bupati karena daerah yang seharusnya menjadi tuan rumah.
"Untuk pendapatan dari karcis saja, kabupaten hanya mendapat Rp 5.000 dari harga tiket sebesar Rp 37.500 yang ditarik TNBTS," ujarnya.
Namun menurut Hasan, bukan soal hitung-hitungan share pendapatan, intinya adalah bagaimana masayarakat di sekitar kawasan pariwisata bisa berkembang.
"Seharusnya kita duduk bersama, semua pihak yang berkepentingan dengan Gunung Bromo. Kita tahu apa yang akan dilakukan oleh masing-masing pihak supaya sinergi. Selama ini kami tidak pernah diajak duduk bersama TNBTS, namun tiba-tiba diperingati," ujar Tantri.