Jika masih berbentuk ulat harganya berkisar Rp 60 ribu per kilogramnya.
Cara memasak ulat maupun ungkrung tidak sulit.
Jika masih berbentuk ulat memang perlu proses lebih untuk menghilangkan getah dan air liurnya.
Cara sederhana memasaknya, ulat dicuci berulang hingga air cucian cukup bersih.
Ulat-ulat yang sudah dicuci direbus hingga matang, kemudian ditiriskan.
Bumbu berupa bawang putih, garam, dan jika suka ditambahi ketumbar diuleg, kemudian ditumis.
Sesudah itu ulat dimasukkan dan diaduk-aduk hingga dirasa matang.
Goreng ulat yang gurih dan sedikit beraroma daun jati pun siap disajikan dan disantap.
Proses serupa dilakukan untuk menu yang sudah berbentuk ungkrung atau kepompong.
Caranya jauh lebih sederhana.
Kepompong dicuci sekali saja, selanjutnya direbus sebentar, sebelum digoreng hingga cukup kering.
"Bumbu bawang putih dan garam saja. Rasanya gurih, enak, pokoknya," kata Sugiman.
Meski populer di Gunungkidul, jenis kuliner ekstrem ini tak semua orang bisa mengonsumsinya.
Selain ada yang "gilo" (geli dan takut), yang punya alergi bisa berefek merepotkan.
Mereka yang tidak tahan, biasanya akan gatal-gatal (biduren).
Kandungan protein yang sangat tinggi diperkirakan jadi penyebab bagi mereka yang alergi protein.
Sama efeknya dengan kuliner belalang goreng.
Nah, bagi Anda yang belum pernah "icip-icip" ungkrung jati, hari-hari ini waktu yang tepat untuk uji nyali di Gunungkidul. Siapa berani? (*)