Laporan Wartawan Tribun Jogja, Hamim Thohari
TRIBUNNEWS.COM, BANTUL - Wayang kulit merupakan salah satu kebudayaan Jawa yang hingga saat ini keberadaanya masih eksis.
Terus eksisnya wayang hingga saat ini tidak hanya karena keberadaan para dalang yang setia menampilkan seni pertunjukan syarat nilai tersebut, tetapi juga para pengrajin yang masih aktif berkarya membuat wayang.
Di selatan pusat kota Yogyakarta, terdapat sebuah sentra kerajinan wayang kulit, tepatnya di Dusun Gendeng, Desa Bangunjiwo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Proses pengerjaan wayang kulit di Bantul. Butuh kesabaran ekstra.
Setidaknya saat ini terdapat 25 pengarajin wayang kulit, hal tersebut berdasarkan pengakuan, Suprih (57) satu diantara pengrajin wayang kulit di Gendeng.
Gendeng memang telah sejak lama dikenal menjadi penghasil wayang kulit berkualitas.
"Hingga saat ini kami masih mempertahankan cara membuat wayang sesuai dengan apa yang kami pelajari dari pendahulu kami," ungkap Suprih.
Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membuat wayang. Rata-rata butuh waktu satu minggu untuk menyelesaikan pembuatan satu buah wayang.
Dikatakan Suprih, biasanya kulit yang digunakan untuk membuat wayang adalah kulit kambing, sapi, dan kerbau. Tetapi wayang yang paling baik kualitasnya adalah yang menggunakan kulit kerbau.
Membuat sebuah wayang dimulai dari kulit yang telah dikerok dari bulu-bulunya dan berwarna kuning keemasan atau oleh para pengrajin disebut kulit perkamen digambari dengan pola wayang yang ingin dibuat.
Setelah dipola kemudian kulit ditatah untuk menghasilkan bentuk yang diinginkan.
"Satelah proses natahnya selesai, kemudian wayang disungging atau diwarnai. Dalam proses pewarnaan ini yang paling penting adalah jangan menggunakan cat yang mengandung minyak, karena akan sulit menempel pada kulit," jelas Suprih.
Suprih sedang menunjukkan wayang Hanoman karya dia.
Proses terakhir dari pengerjaan pembuatan wayang tersebut adalah pemasangan "gapet" atau pegangan wayang yang biasanya terbuat dari tanduk kerbau.
Wayang dari Gendeng memang dikenal akan kualitasnya, maka tak heran dalang terkenal di Indonesia seperti Ki Hadi Sugito dan Ki Timbul memiliki wayang produksi Gendeng.
Lebih lanjut Suprih mengatakan, selain para dalang, saat ini yang banyak memesan wayang adalah mereka para kolektor.
Selain membuat wayang sesuai dengan pakem yang telah ada, para pengrajin di Gendeng saat ini juga memproduksi miniatur, dan souvenir berbentuk wayang seperti gantungan kunci.
Souvenir dan miniatur tersebut juga dengan kualitas yang baik dan terbuat dari kulit asli.
Untuk harga kerajinan yang dihasilkan para pengrajin di Gendeng tersebut sangat bervariasi.
Mulai dari Rp. 10 ribu untuk souvenir berukuran paling kecil, hingga wayang kulit berukuran besar (biasanya tokoh raksasa) yang harganya mencapai Rp. 2.500.000.
Dusun Gendeng pernah mengalami masa jaya, yakni sebelum reformasi, sekitar tahun 1997 ke belakang.
Namun sejak krisis moneter yang terjadi tahun 1998 jumlah pengrajin wayang di Gendeng ini berkurang drastis.
A photo posted by Imar Kurnia (@imar_kurnia) on Jan 19, 2016 at 3:20am PST
Pada masa jayanya pengrajin wayang kulit di Gendeng ini mencapai 125. Naiknya bahan baku membuat para pengrajin tidak mampu bertahan.
Lebih-lebih pesanan wayang pada saat krisis moneter juga menurun drastis.
Dusun ini bisa dijangkau melalui sentra pengrajin keramik dan gerabah Kasongan.
Dari Kasongan pengunjung disarankan untuk terus mengikuti jalan di Kasongan menuju ke arah barat.
Kurang lebih pada jarak 2 kilometer dari Kasongan pengunjung akan sampai di Dusun Gendeng.(*)