Rasa jengkolnya lembut dan sambal tahi lalanya ada yang gurih dan manis.
Kedai ini beroperasi tiap hari mulai pukul 07.00 Wita hingga jengkolnya habis.
Pelanggan Kedai Hj Fatimah. (Banjarmasin Post/Yayu)
"Terkadang hingga sore sekitar pukul 16.00 Wita. Ada juga yang baru pukul 14.00 Wita sudah ludes terjual," terang pemilik kedai ini, Hj Siti Fatimah.
Saking larisnya, banyak juga warga yang menyebut nama kedai ini bukan dengan nama resminya, tetapi dengan nama lainnya, yaitu Jaring Dahlia karena alamatnya di Jalan Dahlia 2.
Usaha ini dimulai oleh ibunya pada 1979 silam.
"Saya masih kelas 3 SMP waktu itu, ibu saya membuka usaha ini. Alhamdulillah bertahan hingga sekarang karena kami mengutamakan kebersihan dan cita rasanya yang berbeda dari jaring atau jengkol-jengkol khas Banjar lainnya," terangnya.
Jengkolnya dipasoknya dari berbagai daerah di Kalimantan Selatan.
Sementara kelapa sebagai bahan membuat sambal tahi lalanya dipasoknya dari Sampit, Tamban dan Pangkalanbun di Kalimantan Tengah.
Proses mengolah jengkol. (Banjarmasin Post/Yayu)
"Jengkol ini musiman buahnya. Jadi, saya memasoknya dari banyak daerah agar setoknya ada terus. Asal ada saja dan jengkolnya tua," paparnya.
Jengkol khas Banjar ini menurutnya sangat berbeda dengan jengkol-jengkol dari daerah lain.
Jika di daerah lain jengkolnya dibuat masakan seperti semur jengkol, maka di Kalimantan Selatan disantap dengan sambal tahi lala tersebut sebagai cocolannya.
"Cara menyantapnya saja yang berbeda. Kalau jengkolnya orang Banjar kan pakai tahi lala," sebutnya.
Tiap hari, dia dan keluarganya membuat jengkol khas Banjar ini.
Dalam 10 hari, dia bisa memproduksi satu ton jengkol.