Dijelaskan Sumirah, ratusan helai benang harus ditata dulu sebelum dimasukan ke alat tenun. Proses penataan benang ini disebut sekir.
“Jika akan menenun stagen bermotif, proses sekir ini lebih rumit. Sebanyak 350 helai benang dengan beberapa warna harus ditata menggunakan pola tertentu agar menghasilkan motiff yang diinginkan. Jika stagen polosan, tidak perlu memikirkan polanya,” cerita ibu satu orang anak tersebut.
Setelah disekir, setiap helai benang yang ditata dimasukan ke mesin tenun satu persatu. Setelah itu, proses penenunan siap dilakukan.
Dalam sehari Sumirah, mampu menghasilkan kain tenun sepanjang 15 hingga 20 meter dengan lebar 14,5 sentimeter.
“Sebagian besar ibu-ibu di sini membuat tenun disambi pekerjaan rumah tangga lainnya. Jika fokus mengerjakannya dalam sehari kami bisa menghasilkan sekitar 30 meter kain tenun,” lanjutnya.
Jika stagen polos hanya digunakan sebagai ikat pinggang, maka untuk stagen bermotif ini banyak dipasarkan oleh Dreamdelion untuk diproduksi menjadi tas, bros, dompet, bahkan sepatu.
Di sela-sela kegiatannya menenun Sumirah juga menerima pesanan membuat tas dan bros.
Sedang untuk stagen polos produk ini dibeli oleh pengepul dan dijual dibeberapa pasar tradisional yang ada di Yogyakarta.
Meskipun proses pembuatanya rumit, stagen produksi Sumirah dan Leginem cukup murah.
Untuk satu buah stagen polos dengan panjang sekitar 9,5 meter harganya hanya Rp. 17 ribu hingga Rp. 20 ribu. Sedang untuk stagen motif harga per meternya Rp. 15 ribu hingga Rp.20 ribu.