TRIBUNNEWS.COM - Saat memasuki gerbang masuk Kelurahan Tenun, Samarinda Seberang, orang sudah terkesan bahwa di sini masyarakat yang sebagian besar perajin tenun sarung Samarinda tinggal.
Hampir setiap teras rumah terdapat alat tenun bukan mesin. Alunan bunyi alat tenun terdengar indah. Tontonan ini bisa kita lihat setiap hari.
ALAT tenun bukan mesin masih terikat dengan benang-benang dan kain sarung Samarinda yang belum selesai dikerjakan. Sementara, ada alat tenun yang sudah terlihat kropos, tidak lagi bisa digunakan.
Tidak ada bedanya dengan rumah Mahruni yang bercat kuning lengkap dengan dua alat tenun menghiasi teras rumahnya. Saat masuk ke rumah Mahruni, pengunjung akan disajikan galeri sederhana yang memajang beberapa hasil karyanya. Selama ini rumah tersebut dijadikan tempat menenun sekaligus menjual hasil karyanya.
Mahruni dengan suara lembut menceritakan kepada Tribun sekitar kerajinan tenun yang dia geluti. Mahruni mengaku sudah lebih dari 20 tahun tinggal di kawasan tersebut. Sejak pertama datang ke Kampung Tenun dirinya sudah menjadi penenun dan menghasilkan beberapa sarung Samarinda.
Meski demikian saat ini Mahruni mengaku kesulitan. Pasalnya mulai jarang pembeli datang dan membeli hasil karyanya. Menurut Mahruni kebanyakan para wisatawan yang datang hanya mampir ke toko pengumpul.
"Kalau ada tamu (wisatawan) biasanya ya mereka di depan-depan saja. Mereka tidak masuk ke gang pertenun. Ya kami pengerajin di dalam ini kadang tidak dapat pelanggan," ujar Mahruni kecewa.
Padahal menurut Mahruni dirinya dan beberapa pengerajin lain merupakan penenun asli yang harus menjual hasil karya mereka agar bisa terus berkreasi dan berprodusi. Hal ini membuat pengerajin mulai kehilangan pemasukan. Tanpa adanya pemasukan tentunya Mahruni juga tidak memiliki modal kembali memproduksi kain asli Samarinda ini.
Wanita yang juga berstatus sebagai ketua kelompok tenun ini mengatakan hal ini membuat beberapa penenun mulai alih profesi. "Banyak juga yang sedang istirahat dulu karena tidak punya modal bertenun lagi," ujarnya.
Mengenai hal ini Pemkot Samarinda sudah menyiapkan rumah tua yang telat dipugar dan dijadikan cagar budaya di Kampung Tenun. Nantinya di rumah ini diharapkan bisa menjadi tempat memamerkan kain tenun Samarinda serta alat tenunnya.
Mahrumi memahami maksud pemerintah kota, namun dirinya berharap rumah tua tersebut bisa segera digunakan agar kelompok tenun yang berada di dalam gang bisa segera menjajakan hasil karyanya.
"Nanti kalau rumah tua itu sudah dipakai kami kan jadi enak bisa jualan disana, jadi tamu tidak perlu masuk ke gang kami," ungkap Mahrumi bersemangat.
Mahruni juga sempat bercerita dirinya biasanya memulai harinya sejak subuh memulai tugasnya sebagai ibu rumah tangga yang memiliki 10 anak. Mulai membersihkan rumah hingga memasak ia lakukan demi anak dan suaminya.
Saat hal-hal tersebut telah lakukan dirinya mulai melakukan kegiatan yang juga mampu membantu menopang perekonomian keluarganya, yaitu menenun. Mahruni mengaku mulai menenun sekitar pukul 08.00 setiap harinya.
Hal ini sengaja ia lakukan untuk membantu perekonomian keluarganya dan menyekolahkan kesepuluh orang anaknya. Selain itu dengan terus berkarya Mahruni berharap sarung Samarinda tetap lestari dan semakin dicintai masyarakat. (m02)