TRIBUNNEWS.COM - Jika Solo mempunyai nasi liwet, ternyata Semarang juga punya kuliner serupa tetapi sedikit berbeda. Hidangan ini dikenal dengan nama nasi ayam.
Bila nasi liwet Solo menggunakan kuah areh, hidangan ini menggunakan kuah opor berwarna kuning. Selain itu, rasa sayur labunya lebih manis.
Kuliner nasi ayam ini cukup mudah ditemukan di Semarang pada malam hari. Biasa dujual di pusat kuliner, hingga tenda sederhana pinggir jalan.
Salah satu yang tersohor adalah Nasi Ayam Bu Widodo, yang sudah berjualan sejak 1994 di area kuliner Simpang Lima.
Tampilan penjualnya seperti penjual gudeg Jogja, ibu-ibu yang berdagang dikelilingi panci-panci besar berisikan paket komplit hidangan tersebut. Pengunjung pun menyantapnya di atas tikar-tikar yang dijejerkan sekitar pedagang tersebut.
Pengunjung dari berbagai kalangan pun menyantapnya diatas tikar-tikar yang di jejerkan sekitar Mba Lin, yang bertugas menghidangkan nasi ayam Semarang. (Kompas.com/ Muhammad Irzal)
Lengkap dengan potongan telur rebus berbumbu, tahu opor, sayur labu manis dengan krecek, dan suwiran ayam, lalu diguyur kuah opor kuning. Untuk yang mau menambahkan lauk, Anda bisa memilih aneka bagian ayam seperti sate telur, sate usus, opor daging paha, dada, kepala, dan sayap ayam.
KompasTravel pun memesan satu porsi nasi ayam tersebut lengkap dengan tambahan lauk dada ayam. Nasinya menggunakan bumbu santan dan rempah seperti daun salam dan serai layaknya nasi liwet. Sayur labuh siam memang terasa lebih manis, ada tambahan potongan krecek di dalamnya.
Bu Widodo mengatakan hanya menggunakan ayam kampung untuk lauknya, karena resep tersebut sudah ada sejak dahulu. Jika diganti dengan ayam potong, dikhawatirkan akan merubah cita rasanya.
Untuk yang suka pedas dapat menambahkan sambal khas nasi ayam. Sambalnya merupakan cabai rawit yang direbus menggunakan aneka bumbu.
Cabainya berbentuk butiran utuh namun sangat lembut karena telah direbus, tentu juga pedas terasa dan sedikit gurih.
“Dimakannya lengkap sama semuanya dalam satu suapan, nasi, ayam, labu, krecek, dan telurnya, biar makin terasa enaknya,” ujar Lin, anak bu Widodo sebagai pewaris warung tersebut, kepada KompasTravel, Senin (11/4/2016).
Bu Widodo sang pemilik kini sudah tidak lagi berjualan langsung. Ia yang sudah berusia 65 tahun hanya mendampingi empat anaknya yang berjualan. Sekali-kali tangannya yang masih lincah membantu mencacah ayam untuk bahan hidangannya tersebut. Kini kuliner legendaris tersebut diwariskan ke empat anaknya.
Nasi Ayam Bu Widodo buka mulai pukul 17.00 hingga pukul 23.00 WIB. Pada jam makan malam, warung ini dipenuhi para pembeli hingga pukul 22.00 WIB.
Mereka bahkan rela tetap memesan walau tidak kebagian alas tikar. Pembeli memang menyantapnya dengan cara duduk di bawah (lesehan) beralaskan tikar yang disediakan.
Lokasinya di ujung area kuliner Simpang Lima Semarang, tepatnya di awal jalan arah Telogorejo diapit hotel Ciputra dan Plaza Simpang Lima. Bu Widodo pun mengatakan pembelinya selain dari Semarang juga banyak dari wisatawan luar Semarang.
Hal ini dipengaruhi oleh hotel yang berada di sampingnya. Pengunjung hotel tersebut mayoritas menyempatkan diri untuk mencoba wisata kuliner tradisional Semarang tersebut.
Bu Widodo menambahkan pada akhir pekan, dalam satu hari ia bisa menghabiskan 20 kilogram nasi dan 25 ekor ayam kampung.
Biaya yang dikeluarkan untuk satu porsi nasi ayam Bu Widodo mulai Rp 10.000 untuk yang tidak menggunakan lauk tambahan, hingga Rp 27.000 untuk yang menggunakan tambahan lauk dada ayam. (Muhammad Irzal/ kompas.com )