TRIBUNNEWS.COM, KOLAKA - Berbagai kejadian unik dan cerita lucu yang terjadi dalam Pesta Kuliner Hari Ulang Tahun ke-52 Sulawesi Tenggara di Kota Kolaka.
Ketika para pengunjung fokus mencicipi hidangan khas daerah yang ada di seluruh wilayah Sulawesi Tenggara, tiba-tiba mata mereka tertuju pada satu meja yang menyediakan menu yang oleh banyak orang dianggap sudah tidak dibuat lagi.
Makanan itu adalah lemmang bakar.
Makanan khas Kolaka Utara ini terbuat dari bahan dasar pisang dan kelapa.
Namun untuk menjadikannya sebuah hidangan yang nikmat butuh sejumlah proses.
A photo posted by @erwinparengkuan on Feb 6, 2016 at 4:35pm PST
Tidak semua orang yang bisa mengerjakan makanan khas ini.
Salah memilih bahan maka hasilnya pun tidak maksimal.
Inilah yang menjadi salah satu alasan kenapa makanan ini sudah dianggap hilang ditelan zaman.
“Bahan dasarnya pisang dicampur kepala parut. Setelah itu ditumbuk secara bersamaan. Dibakar butuh waktu dua jam. Setelah itu siap dihidangkan. Nanti saat dihidangkan ada pasangannya, supaya rasanya lebih lezat. Campurannya itu adalah ikan teri kering yang berukuran kecil. Ditumis dengan rempah-rempah khusus,” kata Anti, penjaga stan kuliner kepada pengunjung, Rabu (27/4/2016).
Siapa sangka, tampil cantik dan elegan lemmang bakar begitu menggugah selera makan saat disandingkan dengan menu hidangan lainnya.
“Ha ha ha... Saya kira makanan ini sudah tidak ada yang bisa buat lagi. Pertama saya tidak tahu kalau itu lemmang bakar. Saat yang jaga stan bercerita baru saya percaya," kata Santi, pengunjung Pesta Kuliner di Kolaka.
Santi pun langsung menggunakan kesempatan itu.
“Boleh kan saya merasakan menu ini. Ini sudah sangat lama sekali tidak pernah muncul. Biasanya ada dijual di pasar tradisional atau jajanan kue di pinggir jalan. Tapi sudah sangat lama sekali tidak pernah ada,” tuturnya bersama teman-temannya dengan ceria.
Rasa dan kehadiran lemmang bakar di Pesta Kuliner Kolaka menambah deretan makanan favorit di tempat itu.
Lemmang bakar pun menambah deretan menu bagi penggemar wisata kuliner ketika berkunjung ke Sulawesi Tenggara.
Kompas.com/Suparman Sultan