News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wisata Solo

Rahasia di Lorong-lorong Istana Penguasa Tanah Jawa di Solo

Editor: Agung Budi Santoso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Prajurit sedang berjaga-jaga di depan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat (Tribunsolo.com/ Imam Saputro)

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Imam Saputro

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Kota Solo saat ini masih mengandalkan sektor jasa sebagai ujung tombak pendapatan daerahnya, salah satu yang terus diasah adalah sektor pariwisata.  

Jejak sejarah yang terentang panjang dari masa Kasultanan Pajang dan Kasunanan Surakarta menjadikan Solo dilimpahi warisan budaya benda dan tak bendawi, menjadikan Solo memiliki daya tarik wisata yang kuat. 

Salah satu ikon pariwisata Kota Solo adalah peninggalan Kerajaan Mataram Islam yang masih berdiri hingga sekarang, Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. 

Di Solo sendiri ada dua keraton yang merupakan lanjutan dari Kerajaan Mataram Islam. Surakarta dan Mankunegaran. 


Pintu depan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat (Tribunsolo.com/ Imam Saputro)

Jika ditelisik lebih jauh sebenarnya keraton di Jogja dan Solo pun dulunya satu kesatuan, kemudian pecah karena perjanjian Giyanti 1755. 

Seiring waktu berjalan, karena adanya ketidakpuasan terhadap Keraton Kasunanan, Raden Mas Said memberontak dan memaksa Keraton Surakarta memberikan daerah Mangkunegaran. 

Alhasil kini keraton di Solo ada dua, Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Mangkunegaran.

Pada kesempatan kali ini TribunSolo.com, sowan (berkunjung) ke Keraton Kasunanan Hadiningrat, aksesnya sangat mudah, terletak di ujung Jalan Slamet Riyadi. 

Akan lebih asyik jika masuk ke keraton dimulai dari kawasan Gladak, kawasan ini sekarang menjadi pusat keramaian, karena menjadi gerbang masuk untuk ke keraton dan juga beberapa objek wisata di Solo. 

Peninggalan keraton masih nampak, dengan hadirnya dua arca dwarapala yang menjadi penjaga dari pintu masuk ke keraton. 

Menuju ke alun-alun kita akan melewati jalan yang dinaungi pohon beringin rindang di kanan kiri jalan.  Seperti tata kota tua, keraton biasanya satu kawasan dengan alun-alun dan masjid agung. 

Tampak bangunan megah terletak di seberang alun-alun.  Dari alun-alun pengunjung bisa melewati pagelaran yang langsung terhubung ke siti hinggil, tempat raja bertahta, dulunya. 

Dari Sitihinggil ini jika lurus menuju ke belakang akan menyebrangi jalan yang dihimpit tembok tinggi, jalan ini disebut Supit Urang. 

Dari situ melewati gerbang kecil memiliki nama Kori Kamandungan ke dalam area keraton. 

Sebelum memasuki area keraton, para pengunjung akan dikenai tarif Rp 10.000, tiket berlaku untuk museum keraton dan museum mobil.  

Dari tempat pembelian tiket kita bisa langsung berjalan menuju museum keraton yang berjarak kurang lebih 400-an meter. 

Dikanan kiri jalan menuju museum keraton akan dijumpai banyak penjual suvernir khas solo, seperti kerajinan dari akar wangi, mobil-mobilan dari kayu dll.


Wisatawan ramai-ramai mendatangi Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat (Tribunsolo.com/ Imam Saputro)

Ketika memasuki area keraton ada beberapa hal yang harus diperhatikan, seperti keharusan unutk menggunakan pakaian yang sopan, tidak memakai kacamata hitam dan melepas topi. 

“Hal ini untuk menghormati warisan leluhur, masa mau berkunjung ke rumah raja memakai rok pendek, kan ya tidak pas” ujar salah satu pemandu wisata di keraton , KRAT.Budoyoningrat,. 

Pemandu wisata menjadi teman yang harus dimiliki ketika berkunjung ke keraton, karena dari situlah akan didapatkan penjelasan-penjelasan sangat lengkap dan menarik terkait detil-detil yang ada di keraton.

 Para pemandu wisata ini biasanya menggunakan samir, seperti dasi berwarana merah dan kuning yang dikalungkan di leher.  Arti dari samir sendiri adalah, merah brarti berani ,emas artinya baik,jadi brarti berani masuk kraton harus untuk tujuan yang baik, intinya menolak bala . 

Saat memasuki kawasan dalam keraton, para pengunjung yang memakai sandal diharapkan melepas alas kaki, demi tujuan yang sama, penghormatan, namun tidak bagi yang memakai sepatu. 

Tapi satu rahasia kecil dari para pemandu, sebaiknya melepas alas kaki ketika masuk area dalam, karena di dalam keraton sudah dilapisi pasir yang khusus didatangkan dari lereng gunung Merapi dan pesisir pantai selatan. 

Nah, sensasi berjalan di atas pasir itu menurut para pemandu juga bisa menjadi terapi bagi orang yang memiliki penyakit rematik, sudah tidur dll.

Rindangnya pohon sawo kecik yang menaungi kawasan dalam keraton melindungi para pengunjung dari sengatan matahari Solo yang cukup tajam. 

“Sawo kecik ini dipilih karena pertama, daunnya rindang, jadi bisa menaungi, begitu juga keraton, harus bisa menaungi, kemudian sawo kecik itu secara Jawa mirip dengan kata sarwo becik, yang artinya selalu baik. ”jelas Budoyoningrat yang masih menemani.

Di sekitar Pendhapa Agung Sasana Sewaka, tempat biasa Tari Bedhaya Ketawang dipentaskan, nampak beberapa patung-patung yang berasal dari Eropa. 

Tarian ini hanya dipentaskan saat saat tertentu saja, dan mengandung unsur magis yang kuat, kini tarian itu dipentaskan saat ulang tahun kenaikan tahta. 

Yang menarik adalah patung-patung Eropa yang menghiasi istana sehingga menghasilkan kombinasi apik arsitektur Jawa Kuno dengan sentuhan Eropa.

Patung-patung ini adalah hadiah dari Belanda yang dulu memang memiliki hubungan sangat dekat dengan Kasunanan Surakarta. Ada satu lagi bangunan yang menjadi ciri Keraton Surakarta dan sering dijadikan tujuan ziarah bagi para pemimpin negeri ini, seperti SBY, Gus Dur dll, panggung Songgobuwono.

Sebuah menara tinggi di sebelah selatan pelataran ini dari dulu hingga sekarang memang menjadi tempat raja-raja untuk bersemedi dan berdoa. 

Setelah mengelilingi kawasan dalam keraton, pengunjung bisa melihat pula benda-benda peninggalan di dalam museum.  Ada banyak barang yang menjadi koleksi museum ini, mulai dari lukisan silsilah keluarga keraton, benda-benda perlengkapan tata cara adat istiadat, senjata-senjata kuno, hingga beberapa ornamen bangunan. 

Dibagian halaman juga terdapat sumber mata air yang dipercaya bisa membawa berkah bagi siapappun yang meminum airnya. 

Ada juga beberapa kereta jenazah yang diletakkan dihalaman museum.  Menurut cerita, dulunya dilokasi ini pernah menjadi lokasi salah satu acara televisi nasional untuk menguji nyali para pesertanya. 

Di ujung museum akan didapati sebuah dandang hitam berukuran cukup besar yang dibalut kain putih.  Masih menurut pemandu, itu adalah dandang Kyai Dudo, dandang yang digunakan Dewi Nawangwulan, bidadari dari khayangan yang menikah dengan Joko Tarub, untuk menanak nasi. 

Banyak yang percaya jika menyentuh dandang itu akan mendapat keselamatan, dan kesejahteraan. 

 “Sebenarnya jika membahas hal yang detail tentang keraton bisa jadi beratus bahkan ribuan halaman, yang disampaikan ke pengunjung itu yang nampak dan yang utama saja, masih sangat banyak hal yang bisa dijelaskan, karena keraton ini dibangun tidak hanya dalam satu malam, tetapi butuh waktu, hingga pada akhirnya setiap bagian dari keraton ini memiliki makna dan arti, tidak sembarangan, pungkas pria yang juga menjabat Ketua Paguyuban Pemandu Keraton Surakarta yang telah menemani perjalanan TribunSolo.com  berkeliling keraton.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini