Laporan Wartawan TribunSolo.com, Bayu Ardi Isnanto
TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Anda penggemar menu makanan sate?
Di Kota Solo, Jateng, Anda bisa menemukan satai dari ampas tahu, yaitu sate gembus yang disajikan dengan sambal kacang, atau biasa disebut sate kere.
Soto kere. (Tribun Solo/Bayu Ardi)
Mengapa dinamakan satai kere?
Karena pada zaman dahulu satai jenis ini memang dijual untuk kalangan menengah ke bawah.
“Sate kere itu dari ampas tahu, (dahulu) sebagai ganti sate sapi yang mahal harganya," kata Rusmini, seorang karyawan di Warung Sate Kere Yu Rebi, Jl Kebangkitan Nasional, Penumping, Laweyan, Solo, akhir April 2016 lalu.
Yu Rebi adalah satu di antara sekian penjual sate kere di Solo.
Nama Sate Kere Yu Rebi populer di Kota Solo.
Menurut Rusmini, resep sate kere diperoleh dari ibunya.
"Awalnya, tahun 1970, Yu Rebi hanya menjajakan sate kere berkeliling kampung," kata Rusmini di sela-sela pekerjaannya melayani pembeli.
Sate kere khas Solo. (Tribunsolo.com/Bayu Ardi)
Kini Yu Rebi memiliki tiga warung satai kere.
Dua warung berada di Jl Kebangkitan Nasional, sedangkan satu lainnya di di pusat kuliner Solo malam hari, Galabo, di Gladag (sebelah utara Alun-Alun Utara Keraton Kasunanan Surakarta).
Adapun harga satu porsi sate gembus tanpa lontong di warung Yu Rebi Rp 15 ribu.
Harga satu porsi sate gembus dicampur dengan sate sapi Rp 30 ribu.
Sedangkan harga lontong Rp 3 ribu per bungkus.
Zaman dahulu, satai kere dibuat untuk kalangan bawah.
Namun, dalam perkembangannya, penjual satai kere kini juga menjual sate sapi, yang harganya relatif tidak murah.
Bahkan harganya kini cenderung tidak mencerminkan makanan untuk kelas bawah.
Ini berarti satai kere sudah naik kelas.
Bahkan, seperti pernah dilansir CNN Indonesia, warung sederhana ini pernah dilanggan oleh orang nomor satu di Republik Indonesia, Joko Widodo.
(*)