TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jika membeli nasi padang, bisa dipastikan porsi take away akan lebih banyak dibanding makan di tempat.
Ternyata ada alasan di balik hal tersebut.
Jangan heran jika Anda membawa pulang sebungkus nasi padang dan menemukan porsi yang super besar untuk dimakan.
Tribunnewsbogor/Vivi
Hal ini merupakan kebiasaan warga Minang dan dilakukan oleh seluruh restoran Padang di Nusantara.
"Kalau dibungkus, nasinya pasti lebih banyak. Memang begitu kebiasaannya, di semua restoran," tutur Reno Andam Suri, ahli kuliner Minang sekaligus penulis buku 'Rendang Traveler: Menyingkap Bertuahnya Rendang Minang' kepada KompasTravel, Rabu (25/5/2016).
Menurut Uni Reno, hal ini didasari beberapa alasan. Pertama, semua orang Minang menyadari bahwa mereka yang nasinya dibawa pulang tidak akan makan sendirian.
"Kalau dibawa ke rumah, pasti untuk lebih dari satu orang," tuturnya.
Kedua, di setiap tempat, nasi bungkusan punya patokan tersendiri.
Di Jakarta misalnya, ada patokan berapa centong nasi (centong ini terbuat dari batok kelapa) untuk pengunjung yang pesan take away.
Kompas.com/Sri Anindiati
"Entah kenapa, memang sudah ada patokan banyaknya nasi untuk dibungkus. Besarnya akan lebih bagus jika nasinya sekian centong. Jadi memikirkan estetikanya juga," papar Uni Reno.
Oleh karena itu, mereka yang nasinya dibawa pulang pasti akan mendapat beberapa 'bonus'.
Jika pesannya nasi dan ayam, akan mendapatkan 'bonus' seperti kuah kari, sayur nangka, daun singkong rebus, sambal hijau.
"Kalau nasinya banyak dan lauknya cuma satu, sepertinya ada yang kurang. Orang Padang paham betul itu," tambah wanita yang kini berbisnis Rendang Uni Farah itu.
Meski begitu, kebijakan penambahan harga berbeda di setiap rumah makan padang.
Ada restoran yang tidak menerapkan penambahan harga untuk nasi yang dibungkus, ada pula sebaliknya.
Salah satu rumah makan padang tertua di Jakarta, RM Sepakat misalnya, menambah harga nasi yang dibungkus sebesar Rp 1.000.
Rumah makan ini dibuka sejak 1969, dan memiliki dua cabang yakni Blok M Square dan Pasar Mayestik.
"Itu untuk biaya kertas, seperti itulah. Kalau dibawa pulang sudah termasuk nasi tambah," tutur Yuniar (55), salah satu anak pendiri RM Sepakat yang meneruskan bisnis orangtuanya.