Laporan Wartawan TribunSolo.com, Imam Saputro
TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Di halaman masjid Agung Surakarta, tepatnya di depan kantor takmir Masjid, ada tugu setinggi kurang lebih satu meter.
Di bagian atasnya terdapat sebuah benda yang terlindung kotak kaca.
Benda di dalam kotak kaca tersebut berupa cekungan setengah lingkaran yang dalamnya dilapisi kuningan.
Pada permukaan cekungan tersebut terdapat beberapa garis dan angka.
Sedangkan sebuah besi berbentuk paku dengan posisi horisontal mengarah ke utara dan selatan terpasang di atas cekungan.
Ketika tertimpa sinar matahari, paku tersebut membentuk bayangan yang jatuh di garis-garis angka tersebut.
Benda itu adalah jam matahari, peninggalan dari Pakubuwono IV di Solo, kurang lebih tahun 1700an.
Ketika itu, jam matahari digunakan untuk menentukan waktu salat.
“Untuk menandai waktu salat, walaupun hanya berfungsi saat ada matahari, karena jam ini mengandalkan posisi matahari, “ ujar Sekretaris Masjid Agung, Abdul Basid, Rabu(15/6/2016).
Prinsip kerja jam tersebut adalah menggunakan bayangan dari jarum di atas cekungan.
Bayangan jarum tersebut akan menunjukkan angka yang tertera di atas permukaan cekungan di bawahnya.
"Deretan angka di sisi barat itu angka 12-6 lalu sebaliknya, di bagian timur, angka 1 sampai 6, jadi kalau matahari pas persis jam 12 dan langit cerah, bayangan jarum akan tepat di tengah tengah di antara deretan itu," tambah Basid.
Jam Matahari diakui Basid masih akurat dalam menunjukkan waktu salat.
Menurutnya, jam tersebut pernah diteliti oleh MUI dan hasilnya masih akurat meski sudah berusia ratusan tahun
Hanya untuk pengaman, lanjut Basid, biasanya ditambahi satu hingga dua menit.
Jam tersebut sekarang memang sudah tidak dipergunakan lagi.
Akan tetapi keberadaannya masih dilestarikan sebagai peninggalan masa lalu dan daya tarik wisata.(*)