TRIBUNNEWS.COM - Seorang turis asal Thailand bernama Jirote Wangcharoen mengunggah tulisan tentang liburan yang tak mengenaakan saat ke kawasan Bromo, Jawa Tengah, pada pertengahan Juni lalu.
Unggahan turis tersebut pun telah menyebar luas di media sosial Facebook.
Baca: Setelah Sabet Kalung Nenek Gendong Bayi, Tersangka Langsung Jual ke Penadah Rp 1,9 Juta
Ia mengaku terkejut karena "digetok" harga tinggi untuk tarif transportasi dari Probolinggo menuju Bromo.
Ini kutipan dari tulisan yang diunggah Jirote :
"Ada mafia di sini yang tidak bersahabat dengan wisatawan. Saya tidak akan kembali lagi. Sepertinya tidak ada hubungannya dengan wisatawan seperti ini. I can't take Gojex here I must use them service they ask me 550000 IDR per car from Probolinggo to Bromo tpp expensive gojek ask me only 300000 IDR per car when I walk far away from them but them take motorcycle to block and will attack mee. I must tell them that i will sleep here at Probolinggo not go anywhere. But them found me at Cemeru Lawang and must use them service I pay 40000 IDR per person Them send me at Bayuangga again dan give me 60,000 IDR to Surabaya if not pay they May attack me. Why too expensive I take bus from Banyuwangi to Probolinggo 35000 IDR but bus from Probolinggo to Surabaya 60000 IDR. So I run escape Mafia and can take bus to surabaya only 25.000 IDR."
Jirote menulis pengalaman tak mengenakkan tersebut di grup "Probolinggo" dan "Backpackers Indonesia".
KompasTravel memastikan pengalaman Jirote dengan menghubungi yang bersangkutan melalui percakapan tertulis, Rabu (3/7/2019).
Ia mengisahkan kronologi pengalaman tak mengenakkan yang dialaminya tersebut.
Jirote melakukan perjalanan bersama tiga orang temannya pada 17 Juni 2019 sekitar pukul 17.00-19.30 WIB.
Pengalaman yang sama ia alami saat kembali dari Bromo pada 18 Juni 2019 sekitar pukul 11.00-14.00 WIB.
Awalnya, saat turun di terminal bis Probolinggo, ia mencari transportasi online yang bisa mengantarkannya ke Cemoro Lawang yang merupakan pintu masuk menuju Bromo.
Akan tetapi, tak satu pun armada yang datang.
Para pengemudi meminta Jirote ke titik penjemputan yang berjarak sekitar 4 kilometer dari lokasi terminal.
Mengingat jarak yang sangat jauh, ia kemudian menanyakan kepada pihak agen di terminal bus mengenai alternatif transportasi yang bisa membawanya menuju Cemoro Lawang.
"Ia mengatakan, ada, tetapi dengan tarif yang relatif mahal," kata Jirote.
Akhirnya, ia berjalan keluar terminal dan mencoba kembali memesan transportasi online, meskipun tak satu pun yang mau menjemputnya.
Kemudian, Jirote dan tiga rekannya kembali berjalan.
Tak lama, ada pengendara motor yang menanyakan tujuannya.
Pengendara motor yang mengaku sebagai sopir bus tersebut selanjutnya memberitahu Jirote bahwa ada bus ke Cemoro Lawang.
"Pengendara motor itu mengatakan untuk menunggu bus karena bus sedang menunggu penuh penumpang dan nanti akan datang menjemput," ujar dia.
Satu jam berselang, si pengendara motor itu kembali dan memberitahunya bahwa mobilnya tidak bisa menjemput karena penumpang ke tujuan yang sama tidak penuh.
Selanjutnya, Jirote disarankan untuk menyewa satu kendaraan dengan tarif Rp 600.000 dan kemudian diturunkan Rp 550.000.
Menurut Jirote, tarif ini sangat mahal karena jika menggunakan transportasi online tarif maksimal hanya Rp 300.000.
Ia pun tak mengambil tawaran itu dan kembali melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.
Di tengah perjalanan, ia kembali dihalangi dan akhirnya menyatakan bahwa ia akan menginap di Probolinggi.
"Jika saya melanjutkan jalan, saya khawatir mereka akan menyerang," ujar dia.
Setelah berjalan jauh, ia menemukan angkutan yang akhirnya bisa membawanya menuju titik penjemputan transportasi online hingga akhirnya tiba di Cemoro Lawang.
Pengalaman yang sama saat kembali Sehari setelahnya, 18 Juni 2019, saat akan kembali ke Probolinggo dari Cemoro Lawang.
Saat itu, Jirote bertemu dengan van yang mematok tarif tinggi kepada penumpang.
Awalnya, dikenakan tarif Rp 30.000 per orang, kemudian naik menjadi Rp 40.000-Rp 60.000 per orang untuk menuju ke terminal.
Setelah melakukan tawar menawar, Jirote akhirnya mendapatkan bus yang bersedia mengantarnya ke terminal meski dengan perilaku yang dinilainya tak baik karena mengendara dengan ugal-ugalan.
Karena melayangkan protes, Jirote diturunkan di sebuah terminal, dan akhirnya mencari bus lain jurusan Surabaya dengan tarif Rp 25.000 per orang.
KompasTravel mencoba menghubungi pihak Dinas Pariwisata Probolinggo, tetapi pejabat setempat tak mau mengomentari pengalaman tak mengenakkan turis ini.
Baca: Calon Menteri Ramai Diperbicangkan, Lalu Siapa Menteri yang Layak Dipertahankan?
Pihak Dinas Pariwisata Probolinggo meminta untuk menghubungi pihak lain yang disebut lebih berwenang.
Adapun kawasan Gunung Bromo termasuk destinasi wisata baru yang dikembangkan pemerintah untuk menarik minat wisatawan berlibur selain ke Bali.
Penulis : Nur Rohmi Aida
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul : Viral, Curhat Kekecewaan Turis Thailand saat Perjalanan Menuju Gunung Bromo