Laporan Wartawan Tribunnews.com, Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Senin (8/7/2019), tibalah hari keberangkatan, Tribunnews bersiap menempuh perjalanan menuju ujung timur Pulau Jawa.
Setelah menempuh selama 12 jam 39 menit, sampailah di Banyuwangi, tepatnya di Stasiun Karangasem pukul 20.34 WIB.
Stasiun Karangasem dipilih jadi stasiun tujuan karena lokasinya lebih dekat dengan pusat kota, ketimbang harus turun di Stasiun Banyuwangi Baru.
Dari Stasiun Karangasem, Tribunnews memakai jasa transportasi ojek online menuju tempat penginapan, yang berjarak 5,2 Km dari stasiun.
Baca: Catatan Perjalanan ke Banyuwangi (I): Selalu Bikin Jatuh Hati dan Ingin Kembali
Baca: Fantastis, Banyuwangi Ethno Carnival 2019 Ajang Guyub Masyarakat Banyuwangi
Sampai di penginapan, langsung merebahkan badan, beristirahat, menghimpun energi agar siap menjelajah esok hari.
Kawasan Glenmore jadi destinasi yang disambangi pada hari pertama, Selasa (9/7/2019) memakai layanan angkutan wisata gratis dari Pemkab Banyuwangi.
Meeting point atau pemberangkatan angkutan wisata gratis berada di Terminal Brawijaya atau Karangente.
Sehingga wisawatan yang jadi peserta wajib ke Terminal Brawijaya setidaknya 30 menit sebelum waktu pemberangkatan.
Sesampai di sana, Tribunnews menuju Tourist Information Center (TIC) yang berada di dalam terminal.
Peserta diminta melakukan daftar ulang sembari menunggu wisatawan lain, serta armada yang akan mengantarkan ke destinasi.
Setelah tujuh peserta lain dan armada datang, peserta angkutan wisata gratis menuju Glenmore diberangkatkan pada pukul 08.30 WIB.
Baca: Keren, Menpar Arief Yahya Jadi Keynote Speaker Seminar General Aviation for Tourism di Banyuwangi
Baca: Dukung Keselamatan Berwisata, Menpar Bagikan 10 Stand Up Paddle Board untuk Banyuwangi
Adalah Hamim, pengemudi angkutan gratis yang mengantarkan kami, para peserta menuju ke sejumlah destinasi di Glenmore.
Tak hanya sebagai driver, Hamim juga memberikan sedikit gambaran tentang rute perjalanan yang akan kami lalui.
Adanya program angkutan gratis juga mendapat tanggapan dari peserta, Qorina Qur'anie Ayuningtyas, misalnya.
Warga Banyuwangi yang baru pertama kali menggunakan layanan wisata tersebut mengapreasi angkutan wisata gratis.
"Selain bisa mengantar wisatawan secara gratis, adanya angkutan ini juga bisa mengenalkan tempat wisata di Banyuwangi."
"Apalagi moda yang digunakan juga nyaman, jadi wisatawan tinggal bawa badan, diantar ke tempat wisata, gratis pula," ujar dia.
Nah, destinasi pertama untuk rute Glenmore adalah Wisata Alam Banyuanyar alias WAB yang berada di Dusun Curah Leduk, Desa Banyuayar, Kecamatan Kalibaru.
Butuh waktu sekitar 1,5 jam untuk sampai di destinasi wisata yang baru dibuka pada awal Januari 2019 ini.
WAB yang memanfaatkan aliran sungai membentuk seperti air terjun, menawarkan panorama alam asri, udara sejuk, serta sejumlah spot selfie kekinian.
Di bawah air terjun, terdapat sebuah kolam atau telaga yang bisa dipakai untuk berenang serta wahana mandi di dalam gua.
Menurut Annisa, petugas tiket, WAB merupakan buah inisiasi dari seorang warga bernama Fatkhorachman.
Bersama dengan kelompok masyarakat, Fatkhorachman menyulap aliran sungai yang berada di belakang rumahnya menjadi obyek wisata baru.
Walau baru dibuka awal tahun, tapi WAB telah menjadi magnet wisata di Kalibaru.
Terlebih pada hari libur, kata Annisa yang juga warga Dusun Curah Ledug bisa mencapai ratusan orang.
"Kebanyakan memang wisatawan sekitar Kalibaru, tapi ada juga yang datang dari Jember, Banyuwangi, hingga Surabaya," kata dia.
Fasilitas penunjang wisata di WAB tergolong lengkap, seperti toilet, musala, gazebo untuk beristirahat, serta lahan parkir yang cukup luas.
Harga tiket masuknya pun terjangkau, hanya Rp 5 ribu per orang!
Puas berfoto dan menikmati alaminya WAB, kami diantar menuju Doesoen Kakao Banyuwangi, Dusun Kendenglembu, Desa Karangharjo, Kecamatan Glenmore.
Dari WAB hingga Doesoen Kakao yang berada di wilayah perkebunan PTPN XII, hanya butuh waktu sekitar 15 menit.
Istimewanya, jalan menuju Doesoen Kakao, di kanan-kirinya merupakan lahan perkebunan tebu yang membentang sangat luas.
Jadi, wisatawan bisa berhenti sejenak lantas berfoto dengan lanskap pegunungan serta lahan tebu.
Namun, tetap berhati-hati saat berfoto karena jalanan ini kerap dilewati kendaraan baik dari PTPN XII maupun warga sekitar.
Berkonsep wisata edukasi, Doeseon Kakao menawarkan pengalaman bagi turis yang ingin mempelajari tanaman kakao hingga proses pembuatan olahan cokelat.
Tak heran sebab di obyek wisata yang diresmikan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini M Soemarno pada 15 November 2017 itu, terdapat pabrik cokelat.
Bahkan saat memasuki wilayah Doeseon Kakao, aroma cokelat yang difermentasi menyeruak, menyambut para turis.
Terlihat pula aktivitas para pekerja yang tengah menjemur kakao basah.
Setelah jalan-jalan melihat perkebunan serta pabrik pengolahan cokelat, kami mampir sejenak di Kafe Doeseon Kakao.
Kafe ini menyediakan menu olahan serba cokelat asli dari Doeseon Kakao, seperti aneka minuman, camilan, serta makanan berat lainnya.
Di sana, Tribunnews menikmati segelas minuman cokelat asli dari Doeseon Kakao Banyuwangi.
Rupa minuman Glen Choco Ice tak jauh beda dengan minuman cokelat lainnya.
Namun begitu dicicip, rasa pahit lebih mendominasi dengan sedikit rasa asam.
Tak heran bila pengelola kafe ini menyediakan setoples gula yang bisa ditambahkan sesuai selera oleh pengunjung.
Beruntung setelah menambahkan beberapa sendok gula, rasa pahit dan asam dalam minuman ini berhasil dinetralisir.
Di Kafe Doeseon Kakao juga terdapat aneka cokelat hasil olahan, yaitu dalam bubuk dan batang dengan harga cukup terjangkau.
Harga tiket masuk Doeseon Kakao juga sangat terjangkau, hanya Rp 5 ribu untuk mobil.
Di Doeseon Kakao juga terdapat banyak spot selfie yang semakin memanjakan pengunjung.
Setelah dari Doeseon Kakao, perjalanan dilanjutkan menuju Waduk Sidodadi yang masih satu kawasan wilayah perkebunan PTPN XII.
Keberadaan Waduk Sidodadi tak bisa terlepas dari area perkebunan tebu yang mengelilinginya.
Pasalnya, waduk ini semula dibangun untuk mengairi lahan tebu.
"Saking banyak pengunjung yang ke sini, akhirnya dibuka jadi tempat wisata tahun 2015. Dulu, waduknya nggak selebar sekarang," ujar Sami'an, seorang penjaga.
Dengan dijadikan Waduk Sidodadi sebagai tempat wisata membuat pengelola, yaitu PTPN XII menambah penunjang sarana wisata.
Di antaranya kafe, musala, toilet, flying fox, kereta kayu, lahan parkir, aneka spot selfie, hingga penyewaan perahu dan bebek-bebekan.
"Sewanya sangat murah. Kalau perahu, satu orang Rp 3 ribu, untuk bebek-bebekan, satu bebek hanya Rp 10 ribu. Pengunjung bisa menyewa sepuasnya untuk mengelilingi waduk," ujar Sami'an.
Terdapat pula sarana permainan tradisional untuk anak-anak seperti egrang hingga congklak.
Buka setiap hari dari pukul 06.00 hingga 19.00 WIB, Waduk Sidodadi menjadi destinasi liburan warga sekitar.
Walau tak memungkiri, banyak juga wisatawan dari luar kota, misalnya Surabaya yang datang, terlebih pada hari libur atau long weekend.
Tak terasa Matahari telah tergelincir ke arah barat.
Halim, driver angkutan wisata gratis mengajak kami untuk segera bersiap, kembali ke Banyuwangi.
Begitu sampai di Banyuwangi lagi, Tribunnews tak menyiakan kesempatan untuk menjajal kuliner khas Tanah Blambangan: sego tempong.
Sego tempong merupakan sajian nasi dengan aneka lauk, lalapan yang dikukus, lantas disiram sambal hasil olahan tomat ranti, terasi, cabai rawit, dan jeruk sambal.
Paduan bahan sambal ini menghasilkan paduan rasa khas Banyuwangi yang asin, gurih, serta pedas yang begitu menampar!
Mudah menemukan tempat makan di Banyuwangi yang menyajikan sego tempong.
Satu di antara yang paling legendaris adalah Sego Tempong Mbok Wah.
Warung yang berada di Jalan Gembrung nomor 220, Desa Bakungan, Kecamatan Glagah ini menjadi jujugan warga sekitar dan turis yang ingin menikmati seporsi sego tempong yang melegenda.
Di Sego Tempong Mbok Wah, pengunjung bebas memilih lauk yang beraneka ragam, mulai dari ayam, ikan, udang, lele, tongkol, paru, hingga babat goreng.
Pilihan Tribunnews jatuh pada lauk ayam krispi, yang dihargai Rp 20 ribu plus es teh!
Usai melahap habis seporsi sego tempong, Tribunnews pun pulang, menuju penginapan dengan hati senang, perut kenyang. (bersambung)