TRIBUNNEWSWIKI.COM - Perkembangan virus corona (COVID 19) yang berasal dari negara China berdampak di seluruh negara termasuk Indonesia.
WHO sendiri telah menetapkan COVID-19 sebagai pandemi, atau wabah yang penyebarannya telah meluas ke berbagai negara.
Virus ini menyebar secara masif dan menjadikan suatu daerah pendemi yang membuat negara mengambil kebijakan demi menyelamatkan penduduk Indonesia.
Kebijakan tersebut antara lain adanya sosialisasi mengenai social distancing ( jaga jarak), tidak melakukan perjalanan keluar baik dalam negeri maupun ke luar, dan tidak mengadakan kegiatan social kemasyarakatan yang menimbulkan kerumunan massa dalam jumlah banyak.
Termasuk isolasi diri (karantina) bagi yang ditetapkan ODP ( Orang Dalam Pengawas) selama 2 hari, Work from Home (bekerja di rumah) dan masih banyak lagi kebijakan yang diambil dalam menangani wabah virus COVID 19.
Kebijakan tersebut memberikan dampak pada seluruh sektor baik Industri, Perdagangan, UMKM maupun Hospitality Industri.
Hospitality Industri seperti Hotel terkena dampak ini.
Penetapan status Kejadian Luar Biasa ( KLB) di kota Solo beberapa minggu yang lalu memberikan efek domino.
Tingkat okupansi khususnya Hotel turun drastis sampai saat ini hingga 80 persen.
Jika kondisi ini terus berlangsung hingga waktu tidak ditentukan tentunya akan berdampak pada penutupan hotel.
Beberapa Hotel di Indonesia sudah ada yang tutup dengan kondisi ini.
Sebelumnya, muncul pesan berantai bahwa Best Western Premier Solo Baru bakal tutup.
Namun, hal tersebut dibantah General Manager Best Western Premier Solo Baru, Oji Fahrurrazi
"Memang biaya operasional hotel tinggi, namun pemasukan berkurang sangat drastis dan prediksi ke depan akan banyak kerugian yang dialami jika situasi berlanjut sampai bulan depan," ujarnya, Selasa (24/3/2020).
Berbagai upaya dilakukan pelaku industry perhotelan agar tetap survive.
Efesinsi cost dilakukan di berbagai sektor, antara lain penghematan listrik, lalu menutup lantai yang tidak terjual, serta menimalkan penggunaan air conditioner (AC).
“Sampai mengistirahatkan karyawan mulai dari daily worker, casual maupun training sudah off.
Karyawan kontrak dan managemen kami unpaid leave.
Kami tidak merumahkan dan akan dipanggil kembali sampai situasi kembali normal seperti semula,” bebernya.
Oji berhadap dukungan pemerintah secara penuh bagi keberlangsungan Industri perhotelan.
"Kami berharap kebijakan pengurangan Pajak Perhotelan, tidak dipungutnya PPH 21%, keringanan biaya beban Listrik PLN, penangguhan pinjaman kredit bagi pengusaha dan karyawan, memberikan paket insentif pendanaan selama kondisi perekonomian belum stabil adanya wabah virus ini.
Tentunya kami pelaku Industri Perhotelan mendukung penuh upaya yang lakukan pemerintah dalam menanggulangi wabah virus corona ( COVID 19” ujar Oji.
Sementara, Sales MICE Novotel Hotel Solo, Andita Artadi mengungkapkan, sejumlah even dijadwalkan ulang demi mengantisipasi penularan atau berkembangnya virus corona.
“Khusus untuk even atau MICE, kami me-reschedule. Ini arahnya positif,” ujar Andit saat dihubungi Tribunnews, Sabtu (14/3/2020).
Andit menyebut, dampak kerugian yang dialami mencapai 90%.
“Bisa jadi 90% akan kehilangan bisnis khusunya di Maret ini untuk perhotelan, karena even-even yang terplot di Maret hingga April akan terdampak,” ujarnya.
Kamar Hotel Sepi, OYO PHK 5.000 Karyawannya
Sebelumnya, jaringan hotel budget, OYO Hotels, melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada sekitar 5.000 karyawannya di sejumlah negara.
Pengurangan pegawai paling drastis terjadi di China.
Dilansir dari Bloomberg, Sabtu (7/3/2020), langkah PHK OYO merupakan imbas dari penyebaran wabah virus corona atau Covid-19 yang membuat bisnis pariwisata dan penginapan di beberapa negara babak belur sejak akhir tahun lalu.
OYO merupakan salah satu startup terbesar yang dimiliki SoftBank.
Dikutip dari Kompas.com, Perusahaan ini lahir dari India tahun 2013 dan berkembang pesat hingga valuasinya mencapai 10 miliar dollar AS. (*)