TRIBUNNEWS.COM - Kesan pertama ketika mengunjungi Desa Wisata Kembang Arum (Dewi Kembar) adalah bersih. Kebun salak warga berjajar rapi.
Pemandangan alamnya indah, sejuk dan asri khas pedesaan.
Suasana desa tenang, dengan udaranya yang masih segar, membuat wisatawan merasa betah.
Selain keindahan alam, desa wisata dengan ciri khas bangunan kampung Jawa ini juga dikenal luas sebagai desa wisata edukasi, seni dan budaya.
Secara administratif, letaknya berada di Kalurahan Donokerto, Kapanewon Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Ketua Desa Wisata Kembang Arum, Hery Kustriyatmo bercerita, ide membuat desa wisata sebenarnya bermula dari tahun 2005 ketika dirinya rutin mengajak anak-anak sekolah melukis bersama di pinggiran sungai Sempor.
Ada 160 sekolah di Yogyakarta, mulai dari play group, TK hingga SD yang belajar melukis kepadanya.
Kala itu, lokasi yang sekarang dibangun desa wisata, masih berupa pekarangan.
Saat anak-anak belajar melukis itulah orang tua murid banyak yang antusias dan merasa sangat senang berada di desa.
Bahkan, mereka sering heboh meminta warga desa untuk memberi suguhan makan siang dengan makanan khas desa.
Gayung bersambut.
"Ibu-ibu di sini juga merasa senang, ada orang kota masuk ke desa ini," kata Hery.
Tahun 2005 itu menjadi titik balik.
Geliat perekonomian warga yang awalnya dikenal sebagai desa tertinggal perlahan mulai bangkit.
Berjalannya waktu kemudian dibangun menjadi desa wisata Kembang Arum.
Wahana yang ditawarkan adalah belajar melukis hingga outbound.
Kemudian, ada juga suguhan makanan tradisional desa.
Namun, seiring geliat pariwisata, gempa tektonik dahsyat tiba-tiba mengguncang Yogyakarta pada tahun 2006.
Kontan saja, destinasi wisata langsung redup.
Hery, yang biasa mengajari anak-anak melukis, turun ke lapangan menjadi relawan.
Kondisi ini berlangsung satu tahun, hingga tahun 2007. Setelah lama vakum, atas dorongan sejumlah pihak, desa wisata akhirnya mulai dibangkitkan kembali.
Hiburan dirancang, agar orang-orang tidak berpikiran terus-menerus tentang gempa.
"Tahun 2007, disini diadakan lomba melukis keluarga. Pesertanya bukan hanya anak-anak saja. Tapi, Bapak dan ibunya sekalian boleh ikutan melukis. Saat itu, pesertanya sampai 3.000 orang. Ini menjadi lomba melukis terbesar," kata seniman lukis yang belajar secara autodidak itu.
Saat ini, desa wisata Kembang Arum dikenal sebagai desa wisata edukasi.
Tempat bagi anak-anak belajar melukis, teater, musik, olah vocal hingga pencak silat.
Menurut Hery, desa wisata yang menempati lahan seluas 22 hektar itu menawarkan proses (edukasi) dan outbound.
Ada juga seni dan budaya.
Kesenian ini meliputi wayang gaul, wayang kulit, kethoprak hingga musik keroncong.
Dilengkapi juga dengan edukasi kuliner yang bisa dimasak dengan cara tradisional, seperti membuat sayur lodeh, peyek teri, nasi goreng, bakwan hingga nasi goreng.
Pengunjung diajari mulai dari bagaimana menyalakan api dengan kayu bakar, memadamkan api, hingga selesai makan dan mencuci piring di dapur tradisional.
Menariknya, di Desa Wisata yang berjarak sekitar 20 kilometer dari pusat kota Yogyakarta itu sangat kental dengan nuansa Jawa.
Bahkan, bangunan di sana mayoritas didesain dengan mengadopsi rumah tradisional Jawa.
Ada rumah panggung, rumah rakyat, rumah lurah, dan rumah camat.
Terdapat juga ruang pertemuan, resto dengan nuansa Jawa, kolam renang hingga tempat pertunjukan.
Paket yang ditawarkan sudah cukup lengkap.
"Wisatawan butuh apa, kami punya. Desa wisata juga mengutamakan tenaga kerja warga setempat, pemberdayaan masyarakat, dengan tujuan meningkatkan sumber daya manusia, dan peningkatan ekonomi melalui usaha ekonomi kreatif," kata lelaki berusia 66 tahun itu.
Nuansa Jawa sangat kental.
Tak heran banyak pengunjung yang tertarik menjadikan desa wisata Kembang Arum sebagai lokasi pengambilan gambar untuk kebutuhan film maupun video klip lagu.
Sederet prestasi juga sudah diraih.
Di antaranya, juara satu desa wisata tingkat Kabupaten, tiga kali berturut-turut, dari tahun 2007 - 2009.
Menang juara satu juga dalam lomba desa wisata tingkat Provinsi DIY tahun 2010 dan banyak prestasi lainnya.
"Total sudah menang juara satu, 15 kali," kata Hery. Kemasyhuran dan prestasi desa wisata Kembang Arum membuat banyak kalangan tertarik sebagai tempat penelitian dan belajar. Bahkan, Hery Kustriyatmo sering diminta untuk ikut terlibat dalam upaya mengembangkan desa wisata yang ada di Indonesia. Misalnya, di Halmahera Maluku Utara, Badung Bali, Sungailiat Bangka, dan Gunungpati Semarang.