News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Permainan Tradisional Jambi Ago Gilo, Boneka yang Bisa Memberontak Hingga Peserta Terlempar

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi - Boneka gila atau disebut sebagai 'Ago Gilo', jenis permainan tradisional khas Kabupaten Tebo, Jambi, yang terbuat dari anyaman rotan dan batok kelapa serta bernuansa mistis.

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Boneka gila atau disebut sebagai 'Ago Gilo' merupakan jenis permainan tradisional khas Kabupaten Tebo, Jambi, yang terbuat dari anyaman rotan dan batok kelapa.

Boneka ini dianggap bernuansa mistis karena bisa secara tiba-tiba mengamuk dan membuat puluhan orang yang memegangnya merasa kewalahan.

Ago Gilo biasanya terbuat dari anyaman bambu yang dibalut dengan kain hitam.

Kepala boneka pun terbuat dari batok kelapa yang sudah digambar menyerupai wajah.

Baca juga: Resep Lapis Tepung Terigu, Kue Tradisional yang Lembut dan Legit

Boneka ini kemudian dipegang dan diayunkan, hingga akhirnya 'mengamuk' setelah diayunkan.

Permainan ini turut ditampilkan dalam Ekspedisi Sungai Batanghari, suatu event yang menjadi bagian dari Kenduri Swarnabhumi yang dihelat oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) saat menapaki etape kedua di Kabupaten Tebo, Jambi.

Perlu diketahui, kabupaten ini berbatasan langsung dengan Dharmasraya di Provinsi Sumatera Barat.

Meskipun Dharmasraya merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Melayu, Kabupaten Tebo juga memiliki banyak peninggalan sejarah, baik itu berupa bangunan Candi, maupun obyek kebudayaan tak benda seperti tradisi, tarian dan permainan.

Salah satu kesenian yang paling ditunggu oleh masyarakat adalah permainan klasik dari Tanah Tebo yakni Ago Gilo.

Permainan ini memang mirip dengan permainan bambu gila dari Maluku, Namun permainan Ago Gilo justru menggunakan medium boneka yang terbuat dari anyaman rotan.

Sebuah batok kelapa ditancapkan di atas tubuh boneka itu, kemudian digambar menyerupai wajah menggunakan cat hitam.

Saat Ago Gilo diarak ke tengah lapangan Desa Teluk Kuali, anak-anak kecil sontak berteriak 'Ago Gilo! Ago Gilo!'

Permainan ini melibatkan 5 orang berpakaian serba hitam dan dipimpin oleh Pawang Ago Gilo bermana Nasril.

Boneka Ago Gilo ini kemudian dipegang oleh 2 orang, sedangkan 2 orang lainnya berjaga-jaga menggunakan seutas kain di tangan.

Kemudian sang pawang membacakan seutas mantra yang sekilas terdengar seperti bahasa Melayu, namun cukup sulit dicerna artinya.

Baca juga: 7 Tarian Tradisional Indonesia dalam Uang Baru 2022

Dalam proses pembacaan mantra itu, boneka Ago Gilo digoyangkan ke kanan dan ke kiri.

'Jangan lah janji kepada kito, ayam puit terbang ke muko, ibu ibuko makan padi, tak baik menjanji uko, jadi serambi makan dadih, Hop!'

Dengan teriakan tersebut, permainan Ago Gilo resmi dimulai.

Boneka yang sebelumnya diam tak bergerak pun mendadak menggeliat dan memberontak.

6 hingga 8 orang masuk ke dalam lapangan untuk menjadi peserta dan membantu memegangi Ago Gilo yang mengamuk.

Semakin kuat rontaan Ago Gilo menghempaskan para pemegangnya, maka semakin seru pula teriakan mereka yang menyaksikan.

3 orang pengawas, termasuk sang pawang menjaga agar keriuhan ini tetap ada di tengah lapangan.

Saat Ago Gilo memberontak dan menggiring para peserta terlalu dekat ke penonton, para pawang pengawas mengibas-ngibaskan kain hitam mereka agar si boneka gila bergerak menjauh.

Ilustrasi - Boneka gila atau disebut sebagai 'Ago Gilo', jenis permainan tradisional khas Kabupaten Tebo, Jambi, yang terbuat dari anyaman rotan dan batok kelapa serta bernuansa mistis. (Istimewa)

Selain berfungsi sebagai alat kontrol, kibasan kain hitam tersebut juga berfungsi untuk meningkatkan 'level' permainan dan membuat si boneka menggeliat 'lebih gila'lagi.

Tidak sampai 15 menit, para peserta satu per satu terlempar dari kerumunan.

Saat semua peserta sudah menyerah, permainan diakhiri.

Nasril mengatakan bahwa permainan ini sudah ada sejak zaman kakeknya.

Namun ratusan tahun yang lalu, masyarakat Tebo biasanya memainkan Ago Gilo di ladang pada malah hari, sebelum menanam padi keesokan harinya atau semalam sebelum hari panen.

Namun permainan ini, kata dia, juga bisa dilakukan pada berbagai kesempatan, mulai dari pernikahan, ataupun lomba 17 Agustus.

"Jadi pertama kita pegang dulu, kemudian (setelah boneka hidup), orang kita panggil ramai-ramai pegangin. Kalau kayak jelangkung itu kan ada orang sampai kemasukan, kalau ini nggak ada," jelas Nasril.

Ia menambahkan bahwa untuk ikut ambil bagian dalam tim 'gulat' melawan boneka Ago Gilo, tidak ada syarat khusus.

"Yang penting dewasa 17 tahun ke atas, karena jelas saja permainan ini bukan untuk anak-anak, bahkan perempuan pun boleh ikut. Selama ini kan biasanya laki-laki, tapi kemarin ada juga perempuan ikut, asalkan kuat saja," kata Nasril.

Menurut Nasril, tujuan dari permainan Ago Gilo adalah kegilaan, semakin gila bonekanya, semakin keras goyangannya, maka semakin seru permainannya.

"Tinggal tergantung napas, kalau sekarang (main) 10 sampai 20 menit saja sudah ngos-ngosan. (Tapi) kalau orang-orang tua saya dulu (mainnya) sampai setengah jam," pungkas Nasril.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini