TRIBUNNEWS.COM - Festival Lembah Baliem merupakan festival budaya yang telah diadakan sejak tahun 1989. Festival ini sudah sangat populer sejak dahulu kala, sehingga pengunjung asing rela berduyun-duyun ke Papua terutama untuk acara ini.
Masyarakat adat bercerita bagi turis asing, festival ini sudah terkenal puluhan tahun. Festival Lembah Baliem di Papua adalah destinasi impian para fotografer, begitu juga saya. Selama 3 tahun saya bermimpi mengunjungi Festival Lembah Baliem di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua.
Akhirnya mimpi ini menjadi kenyataan di tahun 2019. Mengapa ada orang yang peduli untuk pergi ke Wamena? Karena lembah Baliem di Wamena terletak di daerah terpencil dan sulit diakses. Festival Lembah Baliem di Kabupaten Wamena, Papua berlangsung dari tanggal 7 hingga 10 Agustus 2019.
Di Lembah Baliem, Wamena memiliki budaya yang mereka pertahankan sejak lama, dan mereka memperkenalkannya di Lembah Baliem. istimewa dan telah lama menjadi daya tarik wisata di Papua. Festival Lembah Baliem pada awalnya merupakan peristiwa perang antara suku Dani, Lani dan Yali. Di festival tersebut, kita bisa melihat simulasi perang dan pertunjukan tari yang mereka tampilkan.
Sebuah festival yang telah menjadi arena perebutan kekuasaan antarsuku dan telah berlangsung secara turun-temurun, namun tentunya dapat dinikmati dengan aman. Festival Lembah Baliem berlangsung selama tiga hari dan diadakan setiap bulan Agustus dan sering bertepatan dengan perayaan kemerdekaan Republik Indonesia.
Yang istimewa adalah festival ini dimulai dengan skenario yang memicu perang, seperti penculikan warga, pembunuhan anak-anak suku atau penjarahan ladang yang baru dibuka. Adanya sumbu ini mendorong suku-suku lain untuk membalas dendam sehingga dilakukan penyerbuan. Atraksi ini tidak menjadikan tema balas dendam atau permusuhan tetapi berkonotasi positif. Suku Papua, meski mengalami modernisasi, masih memegang teguh adat dan tradisinya.
Salah satu yang terpenting adalah pakaian pria Dani, yang hanya menutupi area kemaluan atau koteka. Koteka terbuat dari kulit labu yang dikeringkan dan ditempelkan pada burung cenderawasih atau tutup kepala berbulu. Sedangkan wanita Dani memakai rok yang terbuat dari serat rumput atau pakis yang disebut sali.
Saat membawa babi atau ubi jalar, perempuan membawanya dengan tas tali atau tanda yang dipasang di kepala mereka. Suku Dani akan berjuang untuk melindungi desa mereka atau untuk membalas kematian anggota suku. Antropolog menjelaskan bahwa "perang orang Dani" lebih merupakan pertunjukan keagungan dan pakaian mewah dengan ornamen daripada pertempuran untuk membunuh musuh. Perang untuk Dani lebih tentang keterampilan dan antusiasme daripada keinginan untuk membunuh.
Senjata yang digunakan adalah tombak, busur dan anak panah sepanjang 4,5 meter. Biasanya, karena perang, orang lebih sering terluka daripada terbunuh, dan yang terluka dengan cepat dikeluarkan dari medan perang. Acara memuncak dalam pertempuran antara suku Dani, Yali dan Lani saat mereka mengirim prajurit terbaik mereka ke medan perang dengan tanda-tanda terbesar mereka.
Festival ini dimeriahkan oleh pesta babi yang dimasak di bawah tanah bersama dengan musik dan tarian tradisional Papua. Ada juga seni dan kerajinan tangan yang dipajang atau dijual. Setiap suku memiliki identitasnya masing-masing dan Anda dapat melihat perbedaan yang jelas di antara mereka sesuai dengan pakaian dan koteka mereka.
Laki-laki Dani biasanya hanya memakai koteka kecil, sedangkan laki-laki Lani memakai yang lebih besar, karena tubuh mereka lebih besar dari rata-rata laki-laki Dani. Sedangkan laki-laki suku Yali memakai koteka panjang tipis yang diikat dengan ikat pinggang rotan dan diikat di pinggang.
Dengan menghadiri Festival Lembah Baliem, Anda akan memiliki kesempatan langka untuk belajar dan bersentuhan langsung dengan tradisi yang berbeda dari suku-suku lokal yang berbeda tanpa harus mengunjungi pedalaman yang jauh dan penderitaan Papua. Diperkirakan lebih dari 40 suku berpartisipasi dalam festival ini dengan kostum dan gambar tradisional di wajah mereka. Yang harus Anda lakukan selama festival hanyalah menonton dan menikmati pertarungan sambil berfoto.
Semakin lama festival ini berlangsung, semakin dekat dan semarak suasana perang dengan tombak, parang, dan panah yang mengenai musuh. Semakin dirindukan, semakin riuh sorakan ratusan penonton. Suku-suku ini berpartisipasi dalam festival perang tahunan, sehingga acara tersebut menjadi semakin menarik setiap tahun.
Festival Lembah Baliem sebenarnya diadakan dalam 4 hari. Anda dapat menonton festival saat dibuka pada hari pertama. Karena suasana meriah saat pembukaan. Di hari lain, Anda bisa berjalan-jalan sambil mengambil foto keindahan alam Lembah Baliem yang menakjubkan. Sungguh sebuah festival yang mengagumkan bukan? Mari kita turut serta untuk tetap melestarikan budaya dan adat istiadat yang ada di Papua, bisa dengan mengunjungi serta menceritakan kepada sanak keluarga mengenai budaya dan adat istiadat yang ada agar tetap lestari.
Penulis: Jasson Anne
Artikel Pemenang Juara 2 Lokal Punya Cerita (kmanvi.papua.id)