TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Di Padukuhan Bulu, Kalurahan Bejiharjo, Kapanewon Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, ada satu usaha kerajinan yang menarik perhatian banyak kalangan, baik seniman, pejabat, maupun masyarakat luas.
Omah Blangkon, milik Suratno, telah menjadi pusat pembuatan blangkon yang terkenal di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Usaha yang telah dirintis sejak tahun 2005 ini menghasilkan blangkon berkualitas tinggi yang sudah banyak diminati, bahkan oleh tokoh-tokoh besar.
Blangkon, yang merupakan penutup kepala tradisional Jawa, memiliki keunikan tersendiri di tiap daerah.
Meski memiliki fungsi dan bentuk yang hampir sama, namun blangkon memiliki perbedaan antara busana adat satu daerah dengan daerah yang lain.
Banyak yang berpendapat blangkon berasal dari pengaruh budaya Hindu dan Islam.
Para pedagang Gujarat keturunan Arab yang beragama Islam masuk ke Indonesia.
Mereka sering menggunakan sorban, kain panjang yang dililitkan di kepala sebagai penutup kepala.
Hal itu, kemudian menginspirasi orang Jawa pada waktu itu untuk menggunakan kain ikat di kepalanya.
Blangkon berasal dari kata "blangko" yang artinya siap pakai.
Pada jaman dahulu, blangkon tidak berbentuk bulat, tetapi seperti ikat kepala dengan proses pengikatan yang rumit.
Seiring perkembangan zaman, tercipta inovasi pembuatan ikat kepala yang siap pakai yang dijuluki blangkon.
Saksikan video liputannya hanya di YouTube Tribunnews.(*)