Oleh Hikmahanto Juwana*)
TRIBUNNEWS.COM -- Presiden Jokowi dalam rapat kabinetnya menegaskan bahwa menteri tidak perlu mempunyai visi misinya sendiri. Para menteri diminta untuk menterjemahkan visi misi Jokowi-JK.
Dalam kebijakan luar negeri dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim dan menjadi poros maritim ada empat hal utama yang harus dilakukan oleh Menlu.
Pertama, finalkan code of conduct dan code of engagement yg sudah dimulai oleh Menlu Marty Natalegawa terkait dgn potensi konflik antar aparat di wilayah laut yang tumpang tindih. Bila telah selesai segera untuk ditandatangani.
Hal ini untuk menghindari kejadian beberapa tahun lalu ketika petugas KKP ditangkap oleh otoritas Malaysia dan diperlakukan sebagai tahanan.
Kedua, membuat kesepakatan dengan negara yang berbatasan dengan wilayah laut Indonesia agar mereka tidak melakukan pelanggaran di wilayah laut Indonesia.
Ini dilakukan agar sejumlah insiden di perbatasan laut tidak terulang.
Semisal kejadian pembangunan mercusuar di landas kontinen Indonesia oleh Malaysia. Juga otoritas Australia tidak memasuki wilayah laut teritorial Indonesia ketika mengembalikan pencari suaka. Bahkan otoritas Australia memasukkan kapal oranye yang berisi pencari suaka yang ke Indonesia.
Ketiga, menanyakan ke pemerintah Tiongkok terkait 9 dash lines dalam peta yang dibuat pemerintah Tiongkok. Apabila 9 tititk tersebut menjadikan pemerintah Tiongkok memiliki klaim atas wilayah laut Natuna maka Indonesia menarik diri sebagai honest peace broker di Laut Tiongkok Selatan. Dan Indonesia segera menyatakan mempunyai sengkketa perbatasan dengan pemerintah Tiongkok.
Keempat, negosiasi perbatasan di wilayah laut dengan negara tetangga dapat terus dilanjutkan tapi tidak boleh mundur sejengkalpun dari klaim Indonesia berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982.
Bila tidak dapat disepakati maka posisi Indonesia adalah mengambangkannya. Indonesia harus terus bersabar sampai posisi Indonesia berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982 diterima oleh negara tetangga.
Saling sabar yang membuat sejumlah negara seperti Tiongkok, Jepang, Korea Selatan dan Rusia hingga saat ini masih memiliki sengketa perbatasan.
Pemerintah tidak boleh sekali-kali mengajukan sengketa perbatasan ke lembaga peradilan internasional. Kejadian atas Pulau Sipadan dan Ligitan tidak boleh terulang kembali.
*) Hikmahanto Juwana adalah Guru Besar Hukum Internasional UI